Jumat, 14 November 2008

Dakwah Salafiyah di Villani II (bag.3)

Beberapa Ciri dan Karakter Dakwah as-Salafiyah

1. Berhukum kepada Kitabullah dan as-Sunnah ash-Shahihah pada setiap aspek-aspek permasalahan kehidupan. Baik itu dalam hal aqidah, ibadah, suluk ataukah muamalah. Terlebih lagi ketika terdapat perbedaan pendapat.

Allah ta'ala berfirman,

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (an-Nisa': 59)

Dan firman Allah,

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (an-Nisa: 65)


2. Menyadur segala keterangan yang diriwayatkan dari sahabat pada permasalahan-permasalahan agama yang bersifat umum ataukah yang bersifat spesifik.

Allah ta'ala berfirman,

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (at-Taubah: 100)
Imam asy-Syaukani mengatakan, "firman Allah : "dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,", yaitu mereka yang mengikuti para generasi pertama dari kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah kaum belakangan/munta`akhkhirin setelah generasi sahabat, hingga generasi selanjutnya sampai datangnya hari kiamat."[1]

Allah ta'ala berfirman,

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."(al-Hasyr: 10)

Allah subhanahu wata'ala berfirman,

"Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 137)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah didalam as-Sunan, dari hadits Auf bin Malik, beliau berkata, Rasululah  bersabda,
"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, niscaya umat-ku ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu golongan berada didalam surga sementara tujuh puluh dua golongan berada didalam api neraka."
Lalu ada yang bertanya, "Waha Rasulullah siapakah mereka?"
Beliau  menjawab, "al-jama'ah."[2]
Dan pada hadits Abdullah bin Amru, Rasulullah  menerangkan maksud al-jama'ah tersebut dengan mengatakan, "Yakni yang berada diatas –jalan-ku dan para sahabatku."[3]
Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud didalam as-Sunan dari hadits al-'Irbadh bin Sariyah, beliau berkata, Rasulullah  bersabda, "Maka diharuskanbagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah para al-khulafa` ar-Rasyidiin. Berpegang teguhlah kalian dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan terlarang bagi kalian mengada-adaan perkara-perkaran yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan."[4]
Imam Ahmad mengatakan, "Dasar-dasar as-Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan segala petunjuk/amalan para sahabat Rasulullah  serta mengikuti mereka, ..."[5]

3. Meninggalkan segala bentuk intervensi akal dalam masalah-masalah aqidah yang tidak ada peluang bagi akal untuk ikut campur dalam masalah-masalah tersebut.

Hal ini adalah salah satu pundasi dasar al-manhaj al-'ilmi wa al-'amali dikalangan Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah. Yaitu menerima segala keterangan al-Qur`an al-'Azhiem dan as-Sunnah ash-Shahihah dalam masalah-masalah aqidah. Allah ta'ala berfirman,

"Kitab itu – al-Qur`an -, tidak terdapat didalamnya keraguan dan merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada perkara ghaib, ..." (al-Baqarah: 2-3)

Sebagian ulama as-Salaf berkata, "Penegakan Islam tidak akan kokoh kecuali diatas tiang penerimaan."
Termasuk dalam masalah aqidah ini, adalah tentang nama-nama dan segala sifat Allah, permasalahan al-qadha wal-qadar, hari kebangkitan, surga dan neraka dan yang semisalnya. Dimana keterangan tentang permasalahan tersebut hanya dengan menyadur dari al-Qur`an dan as-Sunnah ash-Shahihah tidak dari akal atau perasaan.
Al-Walid bin Muslim berkata, "Saya telah bertanya kepada al-Auza'i, ats-Tsauri, Malik bin Anas dan al-Laits bin Sa'at tentang hadits-hadits yang menerangkan sifat-sifat Allah? Kesemuanya mengatakan, "Tetapkanlah sifat-sifat Allah sebagaimana disebutkan –didalam hadits tersebut- tanpa menanyakan "kaifiyah/bentuk dan bagaimana" nya."[6]

4. Pengedapanan dakwah at-Tauhid

Allah ta'ala berfirman,

"Dan sungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (an-Nahl: 36)

Dan firman Allah 'azza wajalla,

"Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku." (al-Anbiyaa`: 25)

Dan firman-Nya ta'ala,

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (an-Nuur: 55)

5. Tidak melibatkan diri dalam perdebatan dengan para ahli Bid'ah dan juga tidak ber-majlis (hadir dalam suatu majlis) dengan mereka, menyimak perkataan mereka atau menerima segala syubhat/kerancuan mereka. Amalan inilah yang menjadi ciri para as-Salaf ash-Shalih

Allah ta'ala berfirman,

"Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (al-An'am: 68)

Ismail bin Kharijah mengaakan, "Dua orang dari kalangan pengikut hawa nafsu datang menjumpai Muhammad bin Sirin, lalu keduanya berkata, "Wahai Abu Bakar, kami akan membacakan hadits kepada anda dengan sebuah hadits?"
Beliau menjawab, "Tidak."
Keduanya berkata lagi, "Kami akan membacakan kepada anda sebuah ayat dari Kitabullah 'azza wajalla?"
Beliau berkata, "Tidak, kalian berdua pergi atau saya akan mengusir kalian."[7]
Seseorang dari kalangan ahli ahwa` berkata kepada Ayyub as-Sakhtiyani, "Wahai Abu Bakar, saya hendak bertanya satu kalimat kepada anda."
Namun Ayyub berpaling dan mengisyaratkan dengan jari telunjuknya, "Dan tidak setengah kalimat."[8]
Sufyan ats-Tsauri berkata, "Barang siapa yang mendengar Bid'ah maka janganlah dia menghikayatkannya kepada para temat-teman duduknya dan janganlah dia memasukkannya kedalam hati mereka."[9]
Ayyub berkata lagi, "Dan tidaklah sanggahan saya kepada mereka lebih keras melebihi dengan diam."[10]
Demikianlah ancaman dari Allah dalam bermuamalah dalam hal dakwah dan bermajlis dengan ahlibid'ah dan pengekor hawa nafsu, dan juga tercermin dalam prilaku dan ucapan para imam-imam as-Salaf.
Dan seorang pelaku bid'ah, pada awalnya tidak akan menyampaikan bid'ahnya dengan terang-terangan, melainkan dibumbui dengan kata-kata as-Sunnah dan ittiba'. Hingga kaum muslimin terpedaya, barulah mereka menyisipkan bid'ah dan penyimpangan mereka. Mufadhdhal bin Muhalhil mengatakan, "Seandainya pelaku bid'ah yang engkau duduk di majlisnya menceritakan kepada engkau tentang bid'ahnya, niscaya engkau akan memperingatinya dan engkau akan menjauh darinya. Akan tetapi dia akan menceritakan kepada anda hadits-hadits as-Sunnah di awal majlisnya kemudian dia akan menyisipkan bid'ahnya kepada anda. Maka bid'ah tersebut akan tertanam di hati anda dan tidak akan keluar dari hati anda."[11]

6. Keinginan untuk menciptakan jama'ah al-muslimin serta menyatukan kalimat mereka diatas al-Kitab, as-Sunnah serta pemahaman as-Salaf ash-Shalih.

Allah ta'ala berfirman,

"Dan berpegang teguhla dengan tali agama (syariat) Allah, dan janganlah kalian tercerai berai." (Ali Imran: 103)

Dan Allah berfirman,

"Dan janganlah kalian berlaku sebagaimana orang-orang musyrikin. Orang-orang yang memecah belah agama mereka kemudian mereka berkelompok-kelompok. Setiap kelompok bangga dengan apa yang mereka miliki." (ar-Rum: 31-32)

Al-Hakim dan Ibnu Abi Ashim meriwayatkan dari hadits Umar bin al-Khaththab bahwa Nabi  bersabda, "Kalian diharuskan untuk berada bersama al-jama'ah dan hati-hatilah kalian dengan perpecahan. Dan sesungguhnya syaithan bersama seseorang dan dia akan semakin jauh dari dua orang. Bagi siapa yang menginginkan kemewahan surga maka dia harus bersama dengan al-jama'ah."[12]
Dan dari hadits Hudzaifah didalam ash-Shahihain, bahwa Rasulullah  bersabda, "Engkau haruslah menepati jama'ah kaum muslimin dan imam mereka."
Hudzaifah bertanya, "Dan jika mereka saat itu tidak berjama'ah dan tidak terdapat imam?"
Beliau  menjawab, "Engkau menjauhi semua kelompok walau engkau harus menggigit akar pohon hingga kematian menjemputmu sementara engkau tetap seperti itu."[13]
Sementara yang dimaksud al-jama'ah adalah segala yang sesuai dengan kebenaran, sebagaimana perkataan Ibnu Mas'ud, "al-jama'ah adalah segala yang sesuai dengan al-haq, walau anda bersendiri."[14]
Dan juga telah disebutkan sebelumnya, bahwa al-jama'ah adalah segala yang disampaikan oleh Rasulullah  dan amalan para sahabat beliau.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah , "Al-Bid'ah senantiasa diiringi dengan perpecahan, sebagaimana halnya Sunnah diiringi dengan Al Jama'ah / persatuan, hingga dinamakanlah: Ahlus Sunnah wal Jama'ah seperti halnya dikatakan: Ahlul Bid'ah dan furqah – perpecahan –. "[15]

7. Menghidupkan sunnah Rasulullah  dalam setiap permasalahan ibadah, suluk dan setiap aspek kehidupan, hingga para pelaksana as-Sunah dianggap sebagai kaum yang terasing ditengah-tengah komunitasnya.

(Bersambung)
[1] Lihat Fathul Qadir 2/398.
[2] Ibnu Majah pada kitab al-'Itq bab. Iftiraaq al-Umam no. 1322. al-Albani menshahihkannya didalam Shahih Sunan Ibnu Majah
[3] At-Tirmidzi didalam kitab al-Iman, bab. Maa Jaa`a fii Iftiraaq hadzihi al-Ummah 5/26. al-Albani menghasankan iwayat ini didalam Shahih Sunan at-Tirmidzi.
[4] Sunan Abu Dawud, kitab as-Sunnah, bab. Fii Luzuum as-Sunnah 5/14-15. al-albani menshahihkannya didalam Shahih Sunan Abu Dawud.
[5] Syarh Ushul I'tiqad Ahlis-Sunnah 1/156
[6] As-Syari'ah hal. 314 karya al-Ajurri.
[7] Asy-Syari'ah karya al-Ajurri hal. 57 dan al-Ibanah karya Ibnu Baththah 2/446
[8] Asy-Syari'ah hal. 57 dan al-Ibanah 2/447.
[9] Syarh as-Sunah karya al-Baghawi 1/227.
[10] Asy-Syari'ah hal. 61
[11] Al-Ibanah 2/444
[12] Al-Mustadrak 1/114 dan as-Sunnah 1/42, al-Albani menshahihkannya.
[13] Al-Bukhari 13/35 dan Muslim 3/1375-1376.
[14] Al-Baits 'ala Inkaar al-Bida` hal. 92.
[15] Al-Istiqamah 1 / 42