Minggu, 05 Juli 2009

Aqidah Yang Benar dalam Tauhid Uluhiyah

(Dari kitab al-Mu'taqad ash-Shahih
Karya asy Syaikh Abdus Salam bin Barjas rahimahullah)

Termasuk di antara keyakinan Ahlis Sunnah, mereka menunggalkan Allah  dalam ubudiyyah (penyembahan). Maka mereka tidak menyembah sembahan yang lain bersama Allah, bahkan mereka mengarahkan semua ketaatan yang Allah perintahkan –baik perintah wajib maupun yang sunnah- hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka mereka tidak sujud kecuali kepada Allah, tidak melakukan thawaf kecuali untuk Allah di rumah yang tua (Ka’bah), tidak menyembelih kecuali untuk Allah, tidak bernadzar kecuali untuk Alah, tidak bersumpah kecuali dengan menggunakan nama Allah, tidak bertawakkal kecuali hanya kepada Allah dan tidak berdoa kecuali kepada Allah. Inilah yang dikenal dengan Tauhid Uluhiyah.

Allah  berfirman,
ﭽ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﭼ
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan sesuatupun." (QS. an-Nisa`: 36)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﭼ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia." (QS. al-Isra` : 23)

Allah  berfirman,
ﭽ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬﯭ ﭼ
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa." (QS. at-Taubah : 31)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﭼ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya meyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. al-Bayyinah : 5)

Allah  berfirman :
ﭽ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭼ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS. adz-Dzariyat : 56)
Makna “menyembah kepada-Ku” yaitu mentauhidkan Aku.


Lawan Dari Tauhid Adalah Kesyirikan Kepada Allah

Lawannya (tauhid) adalah kesyirikan kepada Allah –semoga Allah menjauhkan kita darinya-, dan kesyirikan tersebut adalah dosa maksiat kepada Allah yang terbesar. Allah  berfirman,
ﭽ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﭼ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. an-Nisa` : 48)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﭼ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (QS. an-Nisa`: 116)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭼ
“Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langait lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (QS. al-Hajj: 31)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭼ
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran padanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)

Allah  menjelaskan bahwa kesyirikan itu bisa menghapuskan seluruh amalan dan mengeluarkan (pelakunya) dari agama. Allah  berfirman,
ﭽ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﭼ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-An’am: 88)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﭼ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada Nabi-Nabi yang sebelummu : “Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar: 65)

Di dalam Shahih Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah -radhiallahu 'anhu-, sesungguhnya Rasulullah  bersabda,
مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat kesyirikan bersama-Nya sedikitpun, maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang menjumpaiNya dalam keadaan berbuat kesyirikan bersama-Nya dengan sesuatu apapun, maka ia akan masuk ke dalam neraka."

Di dalam Shahih al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud -radhiallahu 'anhu- berkata, sesungguhnya Rasulullah  bersabda,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia menyeru/beribadah kepada tandingan selain Allah maka akan masuk ke dalam Neraka."

Siapakah Orang Musyrik Itu?

Maka barangsiapa yang memalingkan satu bentuk di antara bentuk-bentuk ibadah kepada selain Allah, maka dia adalah orang yang musyrik lagi kafir.


Doa tidak (Boleh) Diberikan Kecuali Hanya Kepada Allah

Doa merupakan ibadah yang Allah perintahkan. Barangsiapa yang berdoa hanya kepada Allah semata maka dia adalah muwahhid (orang yang bertauhid), dan barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.

Allah  berfirman,
ﭽ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅﰆ ﰇ ﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﭼ
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang dzalim." (QS. Yunus: 106)

Allah  berfirman,
ﭽ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﭼ
“Dan barangsiapa menyembah sembahan yang lain disamping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." (QS. al-Mu`minun: 117)

Allah berfirman,
ﭽ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﭼ
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembahNya (mengerjakan ibadah) hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. Katakanlah sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya." (QS. al-Jin : 18-20)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭑ ﭒ ﭓﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭼ
“Hanya bagi Allahlah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (QS. ar-Ra’ad: 14)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﭼ
“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya dibangkitkan." (QS. an-Nahl : 20-21)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭼ
“Maka janganlah kalian menyeru (menyembah) sembahan yang lain di samping Allah yang menyebabkan kalian termasuk orang-orang yang di adzab." (QS. asy-Syu’ara`: 213)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﭼ
“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan bulan dan matahari, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaanNyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kalian seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu ; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui." (QS. Fathir: 13-14)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﭼ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”?, niscaya mereka menjawab : “Allah." Katakanlah : “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?, katakanlah : “Cukuplah Allah bagiku." kepadaNyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri." (QS. az-Zumar: 38)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭼ
“Katakanlah terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah, perlihatkan kepadaku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam penciptaan langit? Bawalah kepadaku kitab yang sebelum (Al-Quran) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang orang dahulu) jika kalian adalah orang-orang yang benar." Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do`a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do`a mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS. al-Ahqaf: 4-6)

Telah shahih dalam as-Sunan dari an-Nu’man bin Basyir -radhiallahu 'anhu- beliau berkata, bahwa Rasulullah  bersabda,
اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah."

Permusuhan Antara Para Rasul dan Kaumnya Terjadi Karena Tauhid Ini
Para Rasul Diutus Karena Tauhid Ini

Tauhid inilah yang para Rasul diutus guna menjelaskannya dan berdakwah kepadanya. Kitab-kitab diturunkan untuk menegaskannya, menjelaskannya dan membelanya sebagaimana firman Allah ,
ﭽ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﭼ
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu." (QS. an-Nahl: 36)

Allah  berfirman,
ﭽ ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭼ
“Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya: bahwasanya tidak ada sembahan (yang hak) melainkan Aku” maka sembahlah olehmu selain aku." (QS. al-Anbiya`: 25)

Allah  berfirman,
ﭽ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﭼ
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku"." (QS. an-Nahl: 2)

Para Rasul memulai dalam mengajak kaumnya kepada Allah dengan tauhid ini. Maka setiap Rasul berkata kepada kaumnya,
ﭽ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭼ
“Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sembahan bagimu selain-Nya." (QS. al-A’raf: 59)

Hal ini diucapkan oleh Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan setiap Rasul -shalawat Allah dan salamnya atas mereka seluruhnya-.
Allah  berfirman,
ﭽ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﭼ
“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata pada kaumnya : Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kalian mengetahui. Sesungguhnya apa yang kalian sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kalian membuat dusta. Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. Hanya kepadaNyalah kalian akan dikembalikan." (QS. al-‘Ankabut: 16-17)

Allah  berfirman tentang Nabi-Nya, Yusuf -'alaihis salam- (bahwa beliau berkata),
ﭽ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﭼ
“Hai kedua penghuni penjara manakah yang baik, Tuhan-Tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?. Kalian tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kalian dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 39-40)


Orang-Orang Musyrik tidak Mempunyai Sedikitpun Argumen dalam Kesyirikan Mereka

Orang-orang musyrik tidak mempunyai sedikitpun argumen dalam kesyirikan mereka, baik dari sisi akal sehat, maupun dalil naqli dari para Rasul.

Allah  berfirman,
ﭽ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﭼ
“Dan tanyakanlah kepada Rasul-Rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu “adakah kami menentukan sembahan-sembahan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?." (QS. az-Zukhruf: 45)

Maknanya, Sesungguhnya tidaklah didapati seorangpun dari para Rasul yang mengajak untuk menyembah sesembahan (lain) bersama Allah, bahkan seluruhnya -dari (Rasul) yang pertama sampai yang terakhir- mengajak untuk menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya.

Allah mengingatkan dalil aqli yang membatalkan kesyirikan orang-orang musyrik. Allah  berfirman,
ﭽ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛ ﯜﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﭼ
“Katakanlah terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah; atau perlihatkan kepadaku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam penciptaan(Nya) langit?. Bawahlah kepadaku kitab yang sebelum (Al-Qur’an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kalian orang-orang yang benar." (QS. al-Ahqaf: 4)

Ayat ini adalah argumentasi logis yang menetapkan bahwa segala sesuatu selain Allah, maka penyembahan kepadanya adalah (penyembahan) yang batil. Segala sesuatu tersebut (selain Allah itu) sama sekali tidak memiliki peran dalam menciptakan sesuatupun, akan tetapi hanya Allah semata yang bersendirian dengannya. Kalau begitu, kenapa sesembahan tersebut disembah?! Kemudian Allah meniadakan jika orang-orang musyrik (bahwa mereka) memiliki argumentasi syar'i -dalam perkara yang mereka lakukan berupa kesyirikan- dari kitab-kitab suci yang diturunkan atau dari para Rasul yang terutus. Maka nampak dengan jelas tidak adanya argumen bagi kaum musyrikin secara mutlak. Akhirnya,mereka menjadi orang-orang yang kekal di dalam neraka Jahannam yang merupakan sejelek-jelek tempat kembali.

Dari semua penjelasan yang telah berlalu, diketahuilah bahwa tauhid ini adalah kewajiban yang paling pertama dan perkara yang paling urgen. Dialah (agama) yang tak akan diterima oleh Allah dari seorangpun agama selainnya.

Nasihat_Dalam ber-Muamalah dengan Jum’iyah Ihya` at-Turats

Penulis: Asy Syaikh Dr. Abu Abdillah Khalid Adh-Dhahawi


بسم ا لله الرحمن الرحيم. الحمد ا لله و صلا ة و سلام على رسو ل ا لله و على آله و صحبه و من ا تبع هدا ه. أما بعد.

Diantara pertanyaan yang diajukan oleh saudara-saudara kalian adalah satu hal yang penting, yaitu permasalahan yayasan Ihya’ut Turots. Permasalahan ini meresahkan banyak Salafiyyin di berbagai negara. Jangan kalian menduga bahwa masalah ini hanya menimpa negara kalian (Indonesia, pent.) saja, bahkan kejahatan Ihya’ut Turots sebagai yayasan yang berbahaya telah meluas dan terdapat di mayoritas negara yang tersebar padanya dakwah Salafiyyah.

Yayasan ini mempunyai pengaruh di Kuwait dan inilah sumbernya. Begitu pula di Yaman, Sudan, Mesir, Bangladesh dan di mayoritas negara yang padanya Salafiyyin tersebar. Sikap terhadap yayasan ini sangatlah jelas dan tidak ada keraguan karena permasalahan ini adalah permasalahan antara Salafiyyin dan Hizbiyyin.

Barangsiapa yang melihat dan mempelajari keadaan yayasan ini, memperhatikan kondisinya dan meneliti sikap-sikap dan tujuannya, niscaya dia akan mengetahui bahwasannya yayasan ini tidaklah berada di atas jalan kebaikan.

Tujuan dari yayasan ini buruk dan manhajnya menyimpang dari jalan yang lurus. Yayasan ini telah banyak menyelisihi prinsip-prinsip yang diyakini Ahlussunnah.

Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Hal Ketaatan Kepada Pemerintah

Mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam permasalahan ketaatan kepada pemerintah dan telah kita bahas di dalam Kitabul Imarah (kitab Shahih Muslim) bahwasanya ketaatan kepada pemerintah termasuk perkara penting. Maka mereka menyelisihi Ahlussunnah dalam perkara ini dengan mengadakan pemimpin-pemimpin yang dibai’at untuk mengurus masjid-masjid atau daerah-daerah. Mereka memiliki sistem bai’at dan pemerintahan tersendiri yang mereka namakan tidak sesuai dengan hakekatnya, seperti mereka namakan dengan tanzhim (pengaturan) , ‘ahd, mitsaaq, wafaa’ (ikatan janji) atau yang semisalnya. Ini semua hanyalah menamai sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya. Padahal sebenarnya semua itu adalah sistem pemerintahan (yang menyelisihi pemerintahan resmi negara, pent).

Kami (Syaikh Kholid, pent.) langsung menyaksikan fenomena ini sehingga tidak perlu seorangpun mendustakan dan mengingkarinya. Sebagai contoh yang terjadi di tempat kami di Kuwait, sejak dulu hingga sekarang mereka menjadikan di setiap masjid seorang amir (pemimpin) dan tidak boleh seorangpun menyelisihinya. Jika engkau menyelisihinya, maka engkau dianggap berdosa. Sang amir masjid ini memiliki amir di atasnya lagi, yaitu amir kota (wilayah) dan amir kota ini yang mengatur dan memerintah para amir masjid tersebut. Sedangkan, para amir kota juga mempunyai atasan lagi yaitu amir yayasan. Demikianlah, bahkan walau untuk urusan berkunjung dan bersilaturahmi pada sanak kerabatpun engkau tidak boleh melakukannya kecuali dengan meminta izin kepada amir tersebut, jika tidak, maka engkau dianggap berdosa.

Ini semua adalah perkara bid’ah yang tidak pernah dikenal di kalangan generasi shahabat ataupun setelahnya. Pernahkah kalian mendengar bahwa di masjid Quba ada amir-nya? Atau pernahkah kalian mendengar bahwa ada amir di setiap masjid di zaman Abu Bakar Radhiallahu‘anhu? Yang ada adalah kepemimpinan secara umum dan kekhilafahan (yang sah, pent.), serta adanya amir yang ditugaskan pemerintah untuk kota dan daerah. Adapun sistem pemerintahan yang mereka buat ini adalah pemerintahan bid’ah yang tidak sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Bahkan, hal itu adalah salah satu bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Telah kami sebutkan ucapan Syaikh Hammad Al-Anshori Rahimahullah ketika aku tanyakan kepada beliau tentang hal ini, maka beliau menjawab: “Hendaknya dibunuh yang terakhir muncul dari keduanya.” Ini termasuk dalam bab yang dianggap beliau sebagai pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Pemerintahan propaganda yang mereka terapkan ini telah ditulis dalam satu buku oleh Muhammad bin Hamud An-Najdi. Demikian pula Abdullah bin Sabt telah mengarang satu buku untuk hal ini dan banyak lagi dari mereka yang menulis buku dan berbicara di dalam muhadharah-muhadhar ah yang terekam yang semua itu dengan satu tujuan untuk mengokohkan pemerintahan mereka tadi. Ini adalah penyelisihan mereka terhadap pemahaman Ahlussunnah.

Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Menyikapi Orang Yang Menyimpang

Permasalahan lain yang mereka menyelisihi Ahlussunnah adalah dalam menyikapi orang yang menyimpang. Ahlussunnah memiliki sikap yang jelas terhadap orang yang menyimpang, seperti sikap terhadap Hizbiyyin, Takfiriyyin, Quthbiyyin dan orang-orang yang memerangi Ahlussunnah. Sedangkan pada yayasan ini, sikap mereka berbeda dengan sikap para ulama salaf. Mereka mengundang Hizbiyyin untuk menyampaikan muhadharah. Mereka menga-dakan muktamar dan seminar-seminar serta mengundang di daerah kami Abu Ishaq Al-Huwaini dan Muhammad Hassan yang memuji Sayyid Quthub dan mencela para masyaikh Ahlussunnah seperti Syaikh Rabi’ dan semisal beliau.

Demikian pula, mereka mengundang Muhammad Shofwat Nuruddin (orang ini telah wafat), ketika dia datang dan menyampaikan muhadharah di Kuwait dia berkata:
“Perpecahan umat dan beragamnya kelompok-kelompok dalam Islam adalah fenomena yang sehat.”
Ini jelas menyelisihi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang perpecahan dan memerintahkan untuk bersatu.

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah setelah datang kepada mereka keterangan”.(QS Ali Imran 105)

Allah melarang dari perpecahan, namun orang ini justru berkata bahwa perpecahan adalah fenomena yang sehat. Pemahaman ini diambilnya dari Abdurrahman Abdul Khaliq (dedengkot Ihya’ut Turots, pen.). Dan janganlah seseorang menduga bahwa kesalahan, kekeliruan dan kejahatan ini hanya terbatas pada Abdurrahman Abdul Khaliq saja. Sungguh, ada beberapa orang lagi yang keluar dari manhaj ini walaupun Abdurrahman adalah sebagai pendahulu mereka dalam kesesatan ini. Kita mohon keselamatan kepada Allah.

Inilah sikap mereka terhadap orang-orang yang menyimpang, bahkan mereka tidak suka membicarakan dan mentahdzir orang-orang yang menyimpang dan para Hizbiyyin. Mereka anggap itu adalah perbuatan memecah belah umat. Inilah sikap yang mereka serukan di daerah kami. Mayoritas kalian yang datang dari Yaman tentu mengenal Al-Mahdi dan Al-Maqtiri serta sikap keduanya terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah dan dakwah Syaikh Muqbil. Sungguh, mereka telah datang ke Kuwait berkali-kali dan mengadakan seminar serta muhadharah.

Semua ini adalah bentuk penyimpangan terhadap manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka mencoba di Yaman dengan membentuk yayasan Al-Hikmah dan menyalurkan bantuan-bantuan padanya serta menerbitkan majalah Al-Furqon. Thariq Al-Isa setelah kunjungannya ke Yaman dan mendatangi yayasan Al-Hikmah dia kembali ke Kuwait dan menulis di majalah Al Furqon dengan memuji yayasan Al Hikmah dan sepak terjang dakwahnya.

Demikianlah, mereka selalu akrab dengan orang-orang yang menyimpang dan selalu memerangi Ahlussunnah. Maka, ini adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Ahlussunnah dalam menyikapi orang-orang yang menyimpang yang diselisihi oleh mereka .

Yayasan Ihya’ut Turots Menyelisihi Ahlussunnah Dalam Menyikapi Salafiyyin

Termasuk penyelisihan mereka terhadap Ahlussunnah adalah sikap mereka terhadap Salafiyyin. Engkau tidak akan mendapati mereka mau menolong Salafiyyin dan tidak pula engkau dapati sikap terpuji mereka terhadap ulama Ahlussunnah. Engkau tidak akan dapati mereka mengadakan muhadharah dengan masyaikh Ahlussunnah yang dikenal. Bahkan, mereka berupaya dengan sungguh-sungguh di berbagai daerah untuk memecah belah Salafiyyin dengan harta mereka dan inilah kenyataannya.

Mereka memecah-belah Ahlussunnah setelah sebelumnya bersatu di bawah bimbingan seorang ‘alim di Bangladesh (telah wafat, Rahimahullah) . Mereka datang dan memikat orang–orang yang mencintai harta, inilah metode mereka. Mereka mendatangi sekelompok Ahlussunnah dan melihat siapa yang suka harta sehingga mereka dapat merekrutnya dan memberikan harta kepadanya. Mereka memecah belah Ahlussunnah, mereka datang kesana dan merekrut Asadullah Al-Ghalib dan orang-orang yang bersamanya sehingga berpecahlah Salafiyyin menjadi dua kelompok. Di Mesir mereka merusak Anshorus Sunnah, dan saat ini Anshorus Sunnah menjadi politikus-politikus . Mereka membela Abdurrahman Abdul Khaliq dan menyebarkan buku-bukunya serta berpendapat dengan pendapatnya sebagaimana yang aku nukilkan dari Muhammad Shofwat Nuruddin dan selainnya.

Maka, mereka menyimpang disebabkan harta dari yayasan ini. Demikian pula di Sudan, Anshorus Sunnah di Sudan telah rusak disebabkan Ihya’ut Turots hingga mereka menyanjung dan memuji At-Turabi (pembesar Ikhwanul Muslimin Sudan, ed.) dan mereka mulai masuk ke lingkaran politik.

Mereka juga berupaya merusak Ahlussunnah di Yaman, tetapi Allah memalingkan tipu daya mereka dan hanya mampu mempengaruhi orang–orang yang terfitnah dengan harta, serta mendirikan yayasan disana sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka datang kepada Syaikh Muqbil dan menawarkan bantuan, tetapi Syaikh menyadari bahwa mereka menginginkan syarat dan ingin mengikat dengan harta bantuan itu sehingga Syaikh menolak dan tidak mau menerima bantuan tersebut. Dan ini adalah perkara yang harus diperingatkan darinya yaitu masalah harta. Mereka sibuk mengumpulkan harta para muhsinin (dermawan) dan orang-orang yang baik untuk digunakan memecah belah Salafiyyin dengan cara mendatangi sekelompok Salafiyyin dan menawarkan harta kepada mereka. Salafush Shalih telah memperingatkan dengan keras tentang hal ini, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Abdullah bin Al-Mubarok Rahimahullah: “Jangan sampai Ahlul Bid’ah memiliki jasa terhadapmu!”.

Terkadang mereka datang menawarkan bantuan dan berkata bantuan ini tanpa syarat. Mereka bangun markas dan masjid untukmu, setelah itu baru engkau menyadari ini adalah masalah harta yang jika engkau memulai proyek pembangunan, maka engkau akan membutuhkan harta tambahan hingga engkau pun akan butuh kepada orang yang membantumu di awal pembangunan. Disaat itulah mereka akan mencengkeram lehermu hingga engkau tidak mampu melepaskan diri.
Mereka tidak akan mau membantumu dan menawarkan harta kepadamu kecuali karena mereka ingin engkau juga membantu mereka. Pernahkah engkau tahu ada seseorang yang Ihya’ut Turots telah membangunkan baginya masjid dan markas, lalu dia mampu berkata: “Kami tidak punya hubungan dengan At-Turots?”
Apakah dia mampu untuk memperingatkan umat dari Ihya’ut Turots?

Demikian pula (apakah dia mampu, pen.) mengadakan muhadharah Syaikh Rabi’, Syaikh Ahmad (bin Yahya An-Najmi, pen.) atau Syaikh Zaid (bin Muhammad Al-Madkhali, pen.)?? Dia tidak akan mampu melakukannya! Disebabkan bantuan harta yang diambilnya dari mereka sehingga dia berada di bawah pengaturan mereka dan bertindak sesuai kemauan mereka.
Mereka mengubah orang ini dan memalingkannya serta memisahkannya dari Ahlussunnah.

Maka, sudah seharusnya para ikhwah sekalian bertekad untuk tidak mengambil bantuan dari mereka. Sungguh, Allah Maha Kaya, di tangan-Nya lah segala kekuasaan. Kemuliaan hanya bagi orang-orang yang beriman, maka janganlah kalian mengambil apapun dari mereka walaupun kalian harus belajar di bawah pohon. Jangan kalian biarkan mereka mempunyai jasa terhadap kalian karena sebagaimana yang kita katakan tadi bahwa tidaklah mereka mau membantu kecuali dengan syarat-syarat dan untuk tujuan menyesatkan dan memecah-belah.

Adapun jika mereka mengetahui bahwasanya engkau adalah seorang Salafy yang sesungguhnya dan engkau selalu bersama masyaikh Ahlussunnah, maka mereka tidak akan mau bersamamu dan tidak akan menolongmu.

Inilah kenyataan yang terjadi pada yayasan Ihya’ut Turots.

(Dikutip dari terjemahan al Ustadz Faishal Jamil Al Maidani dari muhadharah Syaikh Dr. Abu Abdillah Khalid Adh Dhahawi Al Kuwaiti pada tanggal 2 September 2006 atau 8 Sya'ban 1427 H di Mahad Al Anshar, Sleman. Beliau adalah da'i yang tinggal di Kuwait, alumnus Jami'ah Islamiyyah Madinah, webmaster situs Asy Syaikh Rabi ibn Haadi www.Rabee.net )

Penyimpangan dari Al-Aqidah Al-Islamiah

Ust. Abu Mu'awiyah

Referensi aqidah Islamiyah hanyalah terbatas pada apa yang dibawa oleh al-Kitab dan as-Sunnah. Karena tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui apa yang wajib untuk Allah dan apa yang harus disucikan dari-Nya kecuali Allah sendiri, dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui masalah itu setelah Allah kecuali Rasulullah .
Allah Ta'ala berfirman:

“Katakanlah, apakah kalian yang lebih tahu ataukah Allah?!” dan juga Allah berfirman tentang Nabi-Nya :

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)

Oleh karena itulah, manhaj as-Salaf as-Saleh dari kalangan para sahabat dan yang mengikuti mereka adalah mengambil semua permasalahan aqidah dari kedua wahyu tersebut. Apa saja yang ditunjukkan oleh keduanya berupa hak Allah Ta'ala, maka mereka beriman dengannya, meyakininya dan mengamalkannya. Dan apa saja yang tidak ditunjukkan oleh keduanya maka mereka akan menolak hal tersebut dari Allah Ta'ala dan segera membuangnya jauh-jauh.

Karenanyalah tidak pernah didapati sedikit pun adanya perselisihan di antara mereka dalam masalah aqidah. Bahkan semua perkara aqidah yang keluar dari mulut-mulut mereka atau yang dinukil dari mereka, bagaikan keluar dari hati dan mulut yang sama, padahal zaman hidup mereka tidak sama dan tempat tinggal mereka juga berjauhan. Hal ini karena aqidah yang mereka yakini adalah aqidah yang turun dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan sungguh Allah Ta’ala telah mewajibkan atas diri-Nya -karena rahmat dan hikmahNya- untuk menjaga aqidah ini dari berbagai macam susupan dari luar yang bisa mengotori kemurniannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. An-Nisa` : 82)

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”. (QS. Al-Hijr : 9)

Maka apakah ada dalil yang lebih jelas menunjukkan akan kebenaran aqidah ini?! Imam Ismail bin Muhammad Al-Ashbahani berkata dalam kitab beliau Al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah (2/239), "Dan termasuk perkara yang menunjukan bahwasanya ahlul hadits merekalah ahlul haq adalah sesungguhnya jika kamu menelaah seluruh kitab-kitab mereka yang terkarang, dari yang pertama sampai yang terakhir, yang terdahulu maupun yang belakangan, -bersamanaan dengan berbedanya negeri dan zaman hidup mereka, rumah-rumah mereka saling berjauhan dan setiap dari mereka menempati satu bagian dari bagian-bagian (bumi)- kamu pasti akan menemukan mereka dalam menjelaskan aqidah di atas cara dan metode yang sama, mereka berjalan di atas cara tersebut, tidak berpaling darinya dan tidak menyimpang di dalamnya. Ucapan mereka dalam hal tersebut sama, penukilan mereka sama, kamu tidak mendapati adanya perbedaan dan perselisihan di antara mereka pada satupun permasalahan walaupun sedikit. Bahkan seandainya kamu mengumpulkan seluruh yang keluar dari lisan-lisan mereka dan nukilan-nukilan mereka dari pendahulu mereka, maka kamu akan dapatkan seakan-akan (semua) hal tersebut datang dari satu hati, diucapkan oleh satu lisan. Maka apakah atas kebenaran itu ada dalil yang lebih jelas dari hal ini?”.

Demikianlah keadaan para ulama salaf dan yang mengikuti mereka dengan baik, mereka senantiasa sepakat dalam aqidah mereka dan dalam referensi aqidah mereka. Yang dengan hal itulah Allah Ta'ala mempersatukan kalimat mereka dan senantiasa memberikan taufik kepada mereka menuju aqidah yang benar, serta menyatukan manhaj dakwah mereka. Allah Ta'ala berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103)
Akan tetapi, tatkala sebagian manusia ada yang membangun aqidah mereka di atas selain al-Kitab dan as-Sunnah, dari ilmu-ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang mereka warisi dari filsafat Yunani, maka lahirlah satu per satu penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah, yang mana hal itu akhirnya mengakibatkan pada pecahnya persatuan dan kesatuan kaum muslimin. Wallahul Musta’an.

A. Akibat Jelek dari Aqidah yang Menyimpang.

Menyimpang dari aqidah yang benar adalah sebab terbesar dari kebinasaan dan kehancuran alam semesta. Allah Ta'ala berfirman:
ظهر الفسادُ في البرِّ والبحر بما كسبت أيدي الناس
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.” (QS. Ar-Rum: 41)
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa maksiat -dan sebesar-besar maksiat adalah aqidah yang rusak- mempunyai banyak akibat jelek yang akan menimpa pelaku dan keluarganya, atau menimpa masyarakat dan umatnya, atau menimpa bumi, langit, lautan, hewan-hewan dan selainnya.

Allah Ta'ala juga berfirman:
لو يؤاخذ الله الناس بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun.” (QS. Fathir: 45)
Ibnu Mas’ud berkata, “Yang Allah maksud adalah semua hewan yang melata.” Lihat Tafsir Al-Qurthubi (7/2/361)
Karenanyalah, kiamat -yang menjadi masa puncak dari munculnya semua bentuk kehancuran dan kebinasaan- tidak akan tegak sampai aqidah yang benar ini betul-betul telah sirna dari muka bumi ini. Nabi  bersabda:
لا تقوم الساعة حتى لا يقال في الأرض الله الله
“Tidak akan tegak hari kiamat sampai di bumi tidak ada lagi yang mengatakan: Allah, Allah.” (HR. Muslim no. 148 dari Anas bin Malik)

Dan tidaklah Allah menyiksa sebuah kaum -yang tadinya beriman- kecuali karena rusaknya aqidah mereka. Allah Ta'ala berfirman:
وضرب الله مثلا قرية آمنة مطمئنة يأتيها رزقها رغدا من كل مكان فكفرت بأنعم الله فأذاقها الله لباس الجوع والخوف بما كانوا يصنعون
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl: 112)
Masyarakat yang tidak dibimbing oleh aqidah yang benar adalah kaum yang berakhlak binatang, yang telah kehilangan semua sarana dan prasarana yang bisa menunjang kelangsungan hidupnya, walaupun lahiriahnya mereka bergelimang dengan sarana dan prasarana kehidupan yang bersifat materi. Hal itu karena sarana dan prasarana yang bersifat materi ini butuh untuk dimanfaatkan dan diarahkan kepada hal yang bermanfaat. Sementara tidak ada satu pun perkara yang bisa mengarahkannya kepada hal yang bermanfaat kecuali aqidah yang benar. Karenanyalah Allah Ta'ala menggandengkan kedua perkara ini dalam perintahkan kepada para rasul:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mukminun: 51)

Maka kekuatan aqidah tidak boleh terlepas dari kekuatan materi. Kapan aqidah yang benar tidak mengiringi langkah kekuatan materi maka kekuatan materi tersebut hanya akan menjadi wasilah menuju penghancuran dan pengrusakan pribadi, masyarakat bahkan alam semesta, sebagaimana yang telah banyak disaksikan di zaman ini pada negeri-negeri kafir yang hanya menguasai kekuatan materi tapi tidak mempunyai aqidah yang benar.
Di antara akibat jelek dari aqidah yang rusak adalah terjadinya banyak goncangan dan gempa yang menghancurkan negeri-negeri, angin kencang lagi banjir bandang yang menenggelamkan para makhluk dan selainnya dari bencana-bencana besar, sebagai hukuman dari Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman:
فكلا أخذنا بذنبه فمنهم من أرسلنا عليه حاصبا ومنهم من أخذته الصيحة ومنهم من خسفنا بهم الأرض ومنهم من أغرقنا
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan.” (QS. Al-Ankabut: 40)

B. Sebab-Sebab Penyimpangan dari Al-Aqidah Al-Islamiah.

1. Mengambil aqidah dari rujukan yang tidak benar, sebagaimana yang telah berlalu di awal pembahasan. Dan cukuplah menjadi dalil akan rusaknya semua referensi aqidah selain al-Kitab dan as-Sunnah adalah: Bahwa barangsiapa yang hanya mengambil aqidahnya dari al-Kitab dan meninggalkan as-Sunnah, maupun sebaliknya, maka Rasulullah  telah menjanjikan baginya kesesatan. Beliau  bersabda:
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي
”Sesungguhnya saya telah tinggalkan untuk kalian suatu perkara (jika kalian berpegang teguh dengannya), niscaya kalian tidak akan sesat selamanya; yaitu Kitab Allah dan Sunnahku”. (HR. Al-Hakim no. 319, Al-Baihaqi (10/114), dan Ad-Daraquthni no. 149 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 186)

2.Jahil terhadap aqidah yang benar. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempelajarinya dan tidak pula mengajarkannya atau karena minimnya perhatian dan minat mereka untuk mempelajari dan menyebarkannya. Ini mengakibatkan lahirnya satu generasi atau lebih yang tidak mengetahui aqidah yang benar tersebut dan juga tidak mengetahui apa saja yang bertentangan dan bisa membatalkannnya. Sehingga mereka pun akan meyakini kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththab :
إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة, إذا نشأ في الإسلام من لا يعرف الجاهلية
“Tali agama islam tidaklah terlepas seutas demi seutas, kecuali ketika lahir di dalam islam, orang yang tidak mengetahui (aqidah dan amalan) jahiliah. ”
Ambillah pelajaran dari kisah terjadinya kesyirikan pertama kali di muka bumi ini, yaitu pada kaum Nuh. Dimana pada awalnya mereka membuat patung-patung guru-guru hanya sebagai penyemangat bagi mereka dalam ibadah dan untuk mengenang guru-guru mereka. Maka perhatikanlah, bagaimana bisa beberapa generasi kemudian bisa menyembah patung tersebut? Hal itu tidak lain karena ada sebuah generasi di antara mereka yang tidak mengenal aqidah yang benar, yang pada generasi inilah setan masuk membisikkan kesyirikan penyembahan kepada patung-patung tersebut, lalu mereka mewariskannya kepada anak cucu mereka .

3.Fanatik kepada apa yang telah dianut dan diamalkan turun-temurun oleh nenek moyang mereka, walaupun itu adalah suatu kebatilan. Allah Ta'ala berfirman tentang kaum musyrikin:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. Al-Baqarah: 170)
Bahkan ini merupakan ciri khas dari setiap kaum yang rusak aqidahnya, yang karenanya Allah menyiksa mereka. Allah Ta'ala berfirman:

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya." Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS. Az-Zukhruf: 23-25)

4.Taklid buta dalam permasalahan aqidah, dimana dia mengambil pendapat-pendapat manusia dalam aqidah tanpa melihat landasan dalilnya dan tanpa mencari tahu sejauh mana kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi di zaman ini, dimana sebagian kaum muslimin ada yang ‘ikut-ikutan’ mempercayai teori Darwin yang jelas-jelas menolak adanya pencipta. Dan banyak di antara mereka yang mengikuti aqidah-aqidah Jahmiah, Muktazilah, Asy’ariah, Shufiah dan selain mereka, yang semua aqidah mereka dibangun di atas ilmu kalam, manthiq, filsafat, mimpi-mimpi, dan ucapan-ucapan manusia yang tidak ma’shum.

5.Ghuluw (berlebihan dalam mengkultuskan) para wali dan orang-orang saleh. Tatkala mereka diyakini bisa mendatangkan manfaat, bisa menolak bahaya dan segala sesuatu yang tidak ada yang bisa melakukannya kecuali Allah. Karenanya mereka dijadikan sebagai perantara antara hamba dengan Allah dalam berdoa, bertawassul dan meminta syafaat. Sebagaimana yang disaksikan pada para pengagung kubur di zaman ini.
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Nabi mereka  telah mengancam di akhir hidup beliau:
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka telah menjadikan kubur-kubur nabi mereka sebagai masjid”. (HR. Al-Bukhari no. 425 dan Muslim no. 529, 531 dari Aisyah -radhiyallahu anha- dan semisal dengannya hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari no. 426 dan Muslim no. 530)

Dan tidakkah mereka sadar, bahwa perbuatan inilah yang akan menyebabkan mereka dibinasakan oleh Allah Ta'ala. Nabi  bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Waspada kalian dari ghuluw (bersikap berlebihan) dalam beragama karena tidak ada yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian kecuali karena ghuluw dalam beragama”. (HR. An-Nasa`i no. 3057 dan Ibnu Majah no. 3029 dari Ibnu Abbas  dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1283)

6.Lalai dari mentadabburi ayat-ayat Allah yang kauni dan ayat-ayat Allah yang sam’i/terdengar (al-Kitab dan as-Sunnah), hingga mereka mengira bahwa apa yang telah mereka hasilkan, murni merupakan hasil perbuatan dan kerja keras manusia. Hal itu lalu membuat mereka mengagungkan manusia dan menyandarkan semua nikmat yang mereka peroleh kepada usaha dan perbuatan mereka semata. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qarun,
“Saya tidaklah diberikan semua harta ini kecuali karena ilmu saya.” (QS. Al-Qashash: 78)
Padahal, seandainya mereka mau berfikir dan mentadabburi kehebatan dan keagungan ayat-ayat Allah, niscaya mereka akan meyakini bahwa hanya Allah yang memunculkan semua yang ada, Dia menciptakan manfaat yang berbeda-beda pada setiap benda, Dial pulalah yang menghidupkan manusia lalu menganugerahinya dengan kemampuan untuk mengeluarkan manfaat dari benda-benda tersebut.
Allah Ta'ala berfirman, “Dan Allah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shaffat: 96)
Dan Allah Ta'ala berfirman:

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 32-34)

7.Kosongnya rumah dari pendidikan yang islami, padahal rumah merupakan sekolah pertama bagi setiap anak dalam mempelajari aqidah yang benar. Apalagi Nabi  telah bersabda:

“Setiap anak yang dilahirkan, dilahirkan di atas fitrah (islam). Kedua ibu bapaknyalah yang menjadikan dia sebagai Yahudi atau Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1292,1293,1319,4497 dan Muslim no. 2658 dari Abu Hurairah)
Maka kedua orang tua mempunyai peran yang besar dalam mengarahkan dan menuntun anaknya untuk mengenal dan mengamalkan aqidah yang benar. Dan kerusakan aqidah pertama kali merusak fitrah seorang anak melalui pendidikan kedua orang tuanya, kalau keduanya adalah orang yang lebih dahulu menyimpang dari kebenaran.

8.Rusaknya berbagai media informasi, baik media cetak maupun elektronik dengan semua bentuknya, dimana mereka turut berperan dalam menyebarkan berbagai kejelekan dan aqidah yang rusak di tengah-tengah kaum muslimin. Di TV dipertontonkan acara-acara yang kesyirikan dengan semua bentuknya, di radio diperdengarkan doa-doa kepada selain Allah dan shalawat-shalawat yang mengandung kesyirikan, di koran dan semacamnya terdapat pengumuman dan ajakan untuk mendatangi penyihiri dan dukun, bahkan kesyirikan itu bisa masuk ke setiap orang yang menggunakan HP, berupa kiriman sms yang berisi ramalan nasib dan sebagainya. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

C. Solusi Dari Penyimpangan Aqidah

1.Kembali kepada al-Kitab dan as-Sunnah dalam menimba aqidah yang benar dari keduanya, sebagaimana para ulama salaf mengambil aqidah mereka dari keduanya. Karena tidak akan membaik nasib umat ini kecuali dengan apa yang menjadikan awal umat ini menjadi umat yang terbaik.
Di samping itu, kita juga harus mengetahui akidah-akidah dari setiap sekte yang menyimpang, serta mengetahui syubhat-syubhat mereka agar semuanya bisa dipatahkan dan umat bisa diperingatkan dari kesesatan mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
عَـــــرَفْتُ الشَّــــــرَّ لاَ لـِلشـــَّــ رِّ وَلَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ
وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشّـ َ رِّ وَقَـــعَ فِيْـــهِ
“Saya mengetahui kejelekan bukan untuk kejelekan akan tetapi untuk menghindar darinya, karena barangsiapa yang tidak mengetahui kebaikan dari kejelekan maka dia akan terjatuh ke dalamnya (kejelekan tersebut)”.

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan dalam firmannya :
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al Qur'an) dan supaya jelas jalannya orang-orang yang berdosa”. (QS. Al-An’am : 55)
As-Sa’di -rahimahullah- berkata dalam Tafsirnya, ““Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat (Al Qur'an)” Yakni kami menjelaskan, menerangkan dan membedakan antara jalan hidayah dan kesesatan dan (antara jalan) penyelewengan dan petunjuk. Agar orang-orang yang diberi hidayah bisa mendapatkan hidayah dengannya dan agar semakin nampak kebenaran yang harus untuk diikuti. “Dan supaya jelas jalannya orang-orang yang berdosa” yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah dan siksaan-Nya. Karena, kalau jalannya orang-orang yang mujrim telah nampak dan jelas, maka akan mudah untuk menghindar dan menjauh darinya. Berbeda kalau jalan mereka masih kabur dan kurang jelas, karena kalau demikian keadaannya maka maksud yang mulia ini (menjauh darinya dan agar jelas jalannya orang-orang yang sholeh) tidak bisa terwujud”.

2.Mempunyai perhatian dan minat yang besar dalam mempelajari dan mengajarkan aqidah yang benar pada setiap tingkatan pendidikan. Memberikan porsi yang cukup dalam pengajarannya dan memperketat ujian dalam hal ini guna memantapkan hasil aqidah tersebut pada setiap orang yang mempelajarinya.

3.Hanya mengajarkan kitab-kitab aqidah salaf ahlussunnah wal jamaah, dan menjauhi kitab-kitab yang ditulis oleh mereka yang terpengaruh oleh aqidah sekte-sekte yang menyimpang, seperti Shufiah, Muktazilah, Asy’ariyah dan selainnya.

4.Tegaknya setiap dai untuk memperingatkan, memperbaiki dan meluruskan semua bentuk aqidah rusak yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, serta membantah semua kesesatan orang-orang yang menyimpang. Hal itu karena di antara faktor yang membantu tersebarnya aqidah yang rusak adalah di satu sisi tatkala banyaknya orang jahil atau sesat yang berbicara dan mengajarkan aqidah yang menyimpang, di sisi lain orang yang mengetahui aqidah yang benar tidak mau menyebarkan dan diam terhadap berbagai aqidah rusak yang dia temui. Sehingga yang bodoh tidak akan pernah mengetahui kebenaran dan yang sesat semakin merajalela dengan kesesatannya.

Wallahu Ta'ala A’la wa A’lam. Washallallahu ala Nabiyyina Muhammad, wa ala alihi wa shahbihi wasallam.

[Rujukan utama: Aqidah At-Tauhid hal. 11-18 karya Asy-Syaikh Saleh Al-Fauzan -hafizhahullah-]

Sabtu, 04 Juli 2009

Celaan Al-Qur`an dan As-Sunnah akan Ikhtilaf dan Tafarruq

Telah diketahui kewajiban untuk kembali merujuk kepada Al-Qur`an Al-Karim, As-Sunnah dan Ijma'/konsesnsus kaum muslimin, perlu juga diketahui bahwa salah satu dari landasan Ushul para Ulama Ahlu As-Sunnah wal-Jama'ah adalah menegakkan Sunnah dan Atsar dan senantiasa mengajak kepada al-jama'ah/persatuan Ummat.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t , "Al-Bid'ah senantiasa diiringi dengan perpecahan, sebagaimana halnya Sunnah diiringi dengan Al Jama'ah / persatuan, hingga dinamakanlah: Ahlus Sunnah wal Jama'ah seperti halnya dikatakan: Ahlul Bid'ah dan furqah – perpecahan –. "
Demikianlah syariat Islam yang lurus ini …. Syariat yang mengajak kepada kebersihan hati dan impelementasinya pada sikap yang zhahir, baik dalam ibadah kepada Allah  ataupun dalam interaksi antara sesama Muslim lainnya.
Dan Allah  tidaklah sama sekali mengajak hamba-Nya untuk bercerai berai satu sama lainnya, saling bermusuhan, dan berselisih … namun diatara perintah-Nya yang wajib untuk diikuti dan ditaati adalah perintah untuk bersatu diatas satu kalimat, menyatukan hati dan jasad, tidak berpecah belah dan bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.

Firman Allah ,
ﭽ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﭼ
"Dan sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan menjadi berkelompok-kelompok." (Al-An'am: 159 )
Berkata Al-Baghawi t, "Mereka adalah ahlul bid'ah wal Ahwa'."
Berkata Ibnul Mubarak t, “Ahlus Sunnah tidaklah terdapat pada mereka perselisihan."
Dan firman Allah ,
ﭽ ﯗ ﯘ ﯙ ﯚﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﭼ
"Engkau menyangka mereka bersatu sedangkan hati-hati mereka bercerai berai, ini dikarenakan mereka adalah kaum yang tidak berakal." ( Al Hasyr : 14 ) "

Firman Allah ,
ﭽ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘﭙ ﭚﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭼ
"Dan janganlah kalian saling berselisih hingga kalian bercerai berai dan lenyap kewibawaan kalian." (Al-Anfal: 46 )

Firman Allah ,
ﭽ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﭼ
"Allah ta'ala telah menurunkan syariat kepada kalian dari Agama ini sebagaimana yang telah diwasiatkan dengannya Nuh –alaihis salam- dan yang telah Kami wahyukan kepada engkau –Muhammad- dan apa-apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan 'Isa –'alaihimus salam- agar kalian menegakkan Agama ini dan janganlah kalian berpecah belah." ( Asy-Syura : 13 )

Dan firman Allah :
ﭽ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭼ
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar ketaqwaan dan janganlah kalian meninggal terkecuali kalian dalam keadaan berislam. Dan berpeganglah dengan tali ikatan Allah dan janganlah kalian berpecah belah." ( Ali Imran : 102 – 103 )

Dan dari hadist Abu Hurairah  , Nabi  bersabda, "Sesungguhnya Allah  telah ridha kepada kalian atas tiga perkara : Kalian beribadah kepada-Nya semata dan tidak berbuat kesyirikan, kalian semua berpegang erat dengan tali ikatan Allah dan tidak berpecah belah, dan kalian menasihati bagi siapa yang Allah telah memberikan wilayah akan perkara kalian "
( Diriwayatkan oleh Imam Muslim No. 1715 dan Imam Malik dalam Al-Muwaththa' 2 / 990 )

- Antara Khilaf Tanawwu' (pluralistis) dan Khilaf Tadhaadh(kontradiktif)

Khilaf yang selama ini dikenal oleh para Ulama Islam pada dasarnya terbagi atas dua bagian, yakni :-
1. Ikhtilaf yang tercela pada kedua belah pihak yang berselisih paham.
2. Ikhtilaf yang mana syara' memberikan pujian pada salah satu dari kedua belah pihak yang berselisih tersebut.

Dimana kedua bagian itu telah ditunjukkan dalam Al-Qur`an , As-Sunnah dan Ijma' serta kaidah-kaidah yang telah diamalkan oleh kalangan As-Salaf Ash-Shalih
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam memaparkan permasalahan ini, -
"Dan adapun ikhtilaf yang disebutkan oleh Allah  dalam Al-Qur`an Al-Karim ada dua bagian : -
Pertama : Ikhtilaf yang mana kedua pihak semuanya dicela, sebagaimana dalam firman Allah ,
ﭽ ﭙ ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭼ
"Dan mereka akan senantia berselisih. Terkecuali yang Rabb-mu memberikan limpahan rahmat-Nya."

Dan Allah ta'ala telah mengecualikan kaum yang mendapatkan curahan rahmat-Nya dari ikhtilaf tersebut, demikian juga dalam firman Allah ,
ﭽ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﭼ
"Dan demikian itu dikarenakan Allah telah menurunkan Al-Qur`an padanya terdapat Al-Haq, dan sesungguhnya mereka yang berselisih terhadap Al-Qur`an benar-benar berada dalam penyimpangan yang jauh."

Dan juga firman Allah ,
ﭽ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊﮋ ﭼ
"Dan tidaklah mereka yang telah diturunkan kepada mereka Al-Kitab berselisih terkecuali setelah datang kepada mereka ilmu pengetahuan , dikarenakan kedengkian yang ada pada mereka."

Dan firman Allah ,
ﭽ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯﮰ ﭼ
"Dan janganlah kalian sebagaimana halnya mereka yang telah tercerai berai dan berselisih setelah datang kepada mereka penjelasan yang nyata."

Dan firman Allah ,
ﭽ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ ﭼ
“Dan mereka yang mencerai – beraikan agama mereka dan menjadi berkelompok – kelompok.“ (Al-An’am : 115)

Dan demikian juga Allah  telah menyifati kaum Nashara dalam firman-Nya,
ﭽ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢ ﭣﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭼ
"Maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang senantiasa mereka kerjakan."

Dan Allah  telah menyifati perselisihan diantara kaum Yahudi dalam firman-Nya,
ﭽ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇﰈ ﰉ ﰊ ﰋ ﰌ ﰍ ﭼ
"Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka nyalakan api peperangan, Allah memadamkannya."

Dan firman Allah ,
ﭽ ﯘ ﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﭼ
"Kemudian mereka –para pengikut Rasul itu – menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan segala yang ada pada mereka masing-masing."
Dan demikian halnya Nabi , sewaktu beliau menyifatkan bahwa ummat ini akan tercerai berai menjadi tujuh puluh tiga golongan, beliau  bersabda,
كُلُّهَا فِيْ النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَ هِيَ الجَمَاعَةُ
"Kesemuanya berada dalam api neraka terkecuali hanya satu firqah , yakni Al Jama'ah."
Dan pada riwayat lainnya,
مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَا أَناَ عَلَيْهِ اليَوْمَ وَ أَصْحاَبِيْ
"Yakni yang berada diatas amalan semisal amalan – ku pada waktu ini dan para sahabatku."
Maka beliau menjelaskan bahwa kesemua yang berselisih adalah kalangan yang celaka pada dua sisi, kecuali satu firqah, mereka inilah Ahlus Sunnah wal-Jama'ah.

Dan ikhtilaf yang tercela ini pada dua sisinya, bisa jadi disebabkan karena:

- Terkadang niat yang jelek, dikarenakan adanya dalam tiap diri seseorang perasaan dengki dan hasad dan keinginan untuk menyombongkan diri di muka bumi, dan hal-hal lainnya. Maka dengan begitu ia menjadi senang mencela pendapat ataukah perbuatan selainnya, atau menjatuhkannya untuk mengedapankan dirinya dari orang tadi, ataukah menyenangi pendapat yang satu nasab atau satu mazhab dengannya, atau karena satu negeri atau karena persahabatan, dan karena perkara lainnya. Dimana dalam mengangkat pendapat ia , ia berharap memperoleh kemuliaan ataukah kedudukan, dan seperti ini alangkah banyaknya dijumpai pada anak keturunan Adam, dan ini adalah suatu kezhaliman.
- Dan terkadang juga sebabnya dikarenakan ketidak tahuan setiap pihak yang berselisih akan hakikat sebenarnya yang mereka perselisihkan , ataukah ketidak tahuan dari dalil pegangan yang dijadikan landasan salah seorang dari kedua belah pihak, ataukah salah satunya tidak mengetahui kebenaran yang ada pada pihak lainnya, walaupun ia mengetahui bahwa dirinya berada diatas Al-haq baik dalam tinjauan hukum ataukah pegangan hukum itu.
Dan ketahuilah bahwa kejahilan dan perbuatan zhalim inilah asal muasal setiap keburukan, sebagaimana firman Allah ,
ﭽ ﯫ ﯬﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱ ﭼ
"Dan kaum manusia pun bersedia memikul amanah itu, sungguhlah mereka itu kaum yang zhalim lagi bodoh." ( Al-Ahzab : 72 )

Adapun ragam ikhtilaf ini , pada dasarnya terbagi pada dua bagian,
- Iktilaf Tanawwu' – اِخْتِلاَفُ التَّنَوُّعِ -
- Ikhtilaf Tadhadh - اِخْتِلاَفُ التَّضَادِ -

Ikhtilaf Tanawwu' (pluralistis) – التَّنَوُّعِ - ,
Ikhtilah ini terdiri pada beberapa jenis :

- Dimana masing-masing dari dua pendapat atau dua amalan yang diperselisihkan adalah benar lagi disyariatkan keduanya, sebagaimana halnya pada ragam bacaan Al-Qur`an yang para sahabat berbeda pendapat pada masalah itu. Hingga Rasulullah  meleraikan mereka dari perbedaan pendapat itu, dan bersabda,
كِلاَكُماَ مُحْسِنٌ
"Kalian berdua benar adanya"
Dan serupa dengan ini, perbedaan pada bentuk-bentuk sifat adzan dan iqamah, do'a al-istiftah, bacaan at-tasyahhud, Shalat al-khauf, jumlah takbir pada shalat ied dan takbir pada shalat jenazah, dan selainnya yang telah ada tuntunan syariat pada kesemuanya.
Walaupun dapat dikatakan, bahwa sebagian bentuk tersebut ada yang yang lebih utama.

Namun selanjutnya, kita dapati banyak dari ummat islam ini dalam ikhtilaf seperti itu, menimbulkan pertentangan masing-masing kelompok diantara mereka, dalam masalah menggenapkan bacaan Iqamah ataukah mengganjilkanya dan semisalnya. Dan ini adalah hal yang jelas diharamkan. Dan yang tidak mencapai derajat ini, kita dapati sebagian besar dari mereka dalam dirinya diliputi hawa nafsu dalam mengikuti salah satu dari bentuk-bentuk pendapat ini dan penolakannya terhadap pendapat yang lainnya ataukah sampai melarangnya yang sama sekali tidak termasuk dari perkara yang dilarang oleh Rasulullah .

- Ikhtilaf yang mana setiap dari kedua pendapat itu mencakup makna pendapat yang satunya. Hanya saja diungkapkan dengan ta'bir yang berbeda. Sebagaimana sebagian besar manusia berselisih mengenai lafadz-lafadz al-hudud –hukum pidana– , konteks setiap dalil pegangan, ungkapan dari setiap penamaan, penggolongan jenis-jenis hukum dan lain sebagainya. Lalu karena kebodohan ataukah kezhaliman mengusungnya untuk memberikan pujian pada salah satu dari dua pendapat itu dan mencela yang lainnya.

- Ikhtilaf yang mana didapati adanya dua kandungan makna yang berbeda, hanya saja tidak saling bertentangan. Yakni pendapat ini pendapat yang benar dan pandapat satunya adalah pendapat yang benar, walaupun makna salah satu dari kedua pendapat itu bukanlah sebagaimana makna pendapat yang lainnya. Dan ini banyak terjadi pada permasalahan-permasalahan yang menjadi polemik serius.

- Ikhtilaf yang terjadi pada permasalahan, dimana kedua tuntunan hukumnya adalah perkara yang disyariatkan, dan seseorang atau satu kaum mengambil tuntunan yang ini sedangkan yang lainnya memilih tuntuan yang lainnya lagi, dan keduanya perkara yang baik dalam tinjauan agama.
Lantas kebodohan atau kezhaliman menjerumuskan untuk mencela salah satu dari keduanya, atau mengutamakannya tanpa ada niatan yang baik, ataukah tanpa dasar keilmuan atau tanpa adanya niat baik dan keilmuan yang menyertainya.

Adapun Ikhtilaf Tadhadh – التَّضَاد -

Yakni berupa dua pendapat yang saling bertentangan (konradikitif), baik itu dalam masalah ushul (definitive) atau dalam masalah furu'. Dan ini menurut Jumhur ulama' yang berpendapat bahwa : " Yang benar hanyalah satu ", adapun yang berpendapat : " Bahwa setiap mujtahid benar " , menurut mereka ikhtilaf ini adalah bagian dari ikhtilaf tanawwu', bukanlah ikhtilaf tadhadh. Dan penyebutan ini dalam Khilaf Tadhadh lebih berat –konskuensinya – dikarenakan kedua pendapat itu saling bertentangan.

Akan tetapi kita dapati kebanyakan dari mereka suatu pendapat yang bathil jika dipandang dari yang menyelisihinya, ada suatu kebenaran ataukah suatu dalil yang menunjukkan adanya kebenaran dalamnya, akhirnya dibantahlah kebenaran pada asalnya ini secara keseluruhan, hingga akhirnya kebenaran ini menjadi tertolak pada sebagian pendapat mereka, sebagaimana halnya tertolak dari asalnya, sebagaimana yang kalian lihat pada sebagian besar Ahlus Sunnah dalam masalah Qadar, Shifat Allah dan tentang shahabat dan selainnya …

Adapun Ahlul Bid'ah – maka perkara mereka sangatlah jelas – sebagaimana disaksikan pada kebanyakan fuqaha', ataukah kalangan mutaakhkhirin (ulama kontemporer) dalam masalah-masalah fiqh, dan engkau lihat juga perselisihan yang banyak antara mutafaqqihah dan sebagian penganut sekte tasawuf dan antara firqah-firqah Sufiyah, dan contohnya sangatlah banyak.

Dan barang siapa yang Allah telah anugrahkan baginya Hidayah dan Nur –cahaya - , ia akan melihat dari ini semua apa yang nampak baginya sebagai suatu manfaat yang datang dari Al-Kitab dan As-Sunnah , yakni berupa larangan dari ini semua dan semisalnya, walaupun hati yang bersih spontan akan meng-ingkari kesemuanya ini, akan tetapi inilah cahaya yang terang benderang dari sekian cahaya…
( Lihat pada Iqtidha' Shirathal Mustaqim – Ibnu Taimiyah 1 / 122 – 135 dengan beberapa pengurangan )

Pada bahagian lain beliau t berbicara dalam masalah ini, beliau t katakan, "Bahwa ikhtilaf tanawwu' kembali kepada dua permasalahan : -

Pertama: Masing-masing dari Ulama Salaf, memberikan definisi dengan penggunaan ibarat yang berbeda dengan ibarat yang lain, yang menunjukkan suatu makna dari sebuah penamaan yang berbeda dengan lainnya, sedangkan inisialnya sama. Semisal dalam menafsirkan kalimat "Shirathal Mustaqiim," sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur`an atau ittiba'/mengikuti Al-Qur`an, yang lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah Islam, yang lain mengatakan As-Sunnah dan al-jama'ah, ada pula yang mengatakan suatu bentuk Ubudiyah, atau mutaba'ah/keikut sertaan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, beramal dengan ketaatan kepada Allah … dan beberapa ungkapan penafsiran lainnya.

Kedua: Masing-masing dari ulama As-Salaf menyebutkan generalisasi penamaan pada beberapa bagiannya, sebagai suatu contoh konkrit dan indikasi deskriptif bagi yang mendengarkan terhadap bagian itu … bukannya sebagai batasan yang sesuai dengan yang hendak ditinjau baik secara umum atau khusus. "

Beliau t mengatakan, "Kebanyakan bentuk ikhtilaf inilah yang didapati dari para Ahli Tafsir Salaf baik itu shahabat ataukah tabi'in. "
Adapun ikhtilaf yang kembalinya pada bagian kedua yakni ikhtilaf tadhadh (kontradiktif) , tidak akan dijumpai pada ulama As-Salaf baik dalam disiplin ilmu Tafsir. Ataukah eksistensi ikhtilaf ini dalam Ahkam (perundang-undangan Islam) sangatlah sedikit dan ini tidak berkenaan dengan ushul agama (masalah yang fundamental) yang sifatnya umum yang masyhur dalam Diin, melainkan hanya pada beberapa masalah-masalah yang pelik yang didapat dijangkau dengan ijtihad dan nazhar – sudut pandang-… "
( Lihat pada Muqaddimah Tafsir hal 10 dan hal. 17 – 18 dan Majmu' Al-Fatawa 13 / 381 – 382 )

Dan sebuah faidah yang berharga, dari perkataan Al-Imam Al-Mujtahid Al-Muththalibi, Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i t, tentang ikhtilaf yang muharram –yang diharamkan – dan ikhtilaf yang ma'dzur –yang diberikan padanya udzur - … Dalam kitab beliau " Ar-Risalah " no. 1671 – 1680, Berkata Ar Rabi' bin Sulaiman kepada Al-Imam Asy Syafi'i, "Sesungguhnyalah saya telah mendapati kalangan Ulama baik yang terdahulu maupun yang datang belakangan berbeda pendapat satu sama lainnya dalam sejumlah perkara, apakah yang demikian ini diperkenankan bagi mereka ?"
Beliau t menjawab, "Ikhtilaf terbagi pada dua bagian, yang pertama adalah ikhtilaf yang muharram/diharamkan, sedangkan bagian yang lainnya tidaklah saya katakan seperti itu."
Berkata Ar Rabi', "Lantas bagaimanakah ikhtilaf yang muharram itu ? "
Beliau t menjawab, "Yaitu ikhtilaf pada masalah yang mana Allah  telah menetapkan adanya hujjah –pegangan- didalam Al-Qur`an ataukah melalui lisan Nabi-Nya, dengan konteks yang sangat jelas, maka tidak diperbolehkan adanya ikhtilaf dalam masalah itu bagi yang mengetahuinya.

Adapun perkara yang ada kemungkinan penafsiran lain dan dijangkau dengan qiyas, dan yang mana penafsiran atau pendekatan silogisme (qiyas) tersebut terarah pada suatu makna yang tersirat dari suatu hadist ataukah suatu qiyas, walaupun selainnya menyelisihinya dalam perkara tersebut.
Namun bukan berarti bahwa saya mengatakan bahwa ikhtilaf seperti ini sesempit jangkauan ikhtilaf pada masalah-masalah yang telah ada keterangan syara'nya."
Berkata Ar-Rabi', "Apakah ada dalil yang menjelaskan perbedaan yang engkau sebutkan antara kedua bentuk ikhtilaf ini ? "
Beliau t menjawab,
"Allah berfirman, mencela setiap bentuk perpecahan, -
ﭽ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﭼ
"Dan tidaklah mereka kaum yang telah diturunkan bagi mereka kitab suci berselisih melainkan setelah datangnya penjelasan bagi mereka." ( Al-Bayyinah : 4 )

Dan Allah berfirman,
ﭽ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﭼ
"Dan janganlah kalian serupa dengan mereka yang telah terpecah belah dan saling berselisih setelah datang penjelasan kepada mereka." ( Ali Imran : 105 )

Dimana Allah  mencela segala bentuk ikhtilaf yang padanya dijumpai penjelasan. Adapun ikhtilaf yang berujung pada ijtihad, maka saya telah memisalkannya kepada engkau pada masalah kiblat dan masalah asy syahadah dan selainnya … "
Saya katakan: Ini adalah faidah yang sangat berharga dan akan melapangkan pandangan setiap muslim yang menjumpai masalah-masalah khilafiyah. Bahwa ikhtilaf yang tercela adalah ikhtilaf pada masalah yang dalil-dalil syara' telah datang dengan hukum yang sangat jelas.

Terkait itu Asy-Syathibi menyatakan, “Perbedaan pendapat (al-khilaf) yang negatif pada hakikatnya adalah perbedaan pendapat yang tumbuh dari hawa nafsu yang menyesatkan, bukan dari niatan suci mencari maksud dan tujuan syâri’ (Allah) seraya mengikuti dalil-dalil, baik secara global ataupun terperinci. Perbedaan pendapat model ini pasti lahir dari para pengikut hawa nafsu. Ketika merasuk, hawa nafsu akan cenderung mengarah ke hal-hal mutasyabih (rancu), rakus akan kemenangan dan ketenaran, selain juga mengarah pada perpecahan, permusuhan dan kemarahan; mengingat bahwa antar-hawa nafsu takkan pernah terjadi kesepakatan dan pasti memiliki kepentingan berbeda”.

Termasuk ikhtilâf negatif adalah perbedaan pendapat dalam masalah yang kontraproduktif. Rasulullah  telah memperingatkan bahaya dari ikhtilâf model ini, sebagaimana tertera dalam hadits di atas. Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, “…Rasulullah  pun keluar menemui sahabat yang sedang berdebat tentang qadar. Muka beliau merah karena marah, seakan biji delima ditaburkan di wajahnya, lalu berkata, ‘Apakah kalian diperintah untuk ini? Apakah kalian diciptakan untuk ini?! Mempertentangkan sebagian Al-Qur`an dengan sebagian yang lain. Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa’. Abdullah ibn ‘Amr berkata, ‘Tidak pernah terbersit di hatiku untuk tidak hadir dalam satu majlis Rasulullah pun sebgaimana keinginanku untuk tidak hadir dalam masjlis tersebut’.”

Masalah-masalah yang kontraproduktif seharusnya ditanggalkan dan tidak diperdebatkan. Dan, ini termasuk kaedah baku dalam etika ikhtilâf. Apa yang oleh Al-Qur`an dan sunnah ditekankan sebagai sesuatu yang penting, perhatian seorang Muslim atasnya jelas lebih utama dan lebih bermanfaat. Adapun apa yang didiamkan oleh Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka meninggalkannya adalah lebih utama dan lebih baik.
Adapun ikhtilaf selain itu, beliau tidaklah mengatakan bahwa suatu yang diperbolehkan, namun bukan pula suatu yang mengekang ijtihad seorang mujtahid dalam mengemukakan pendapatnya selama tetap bermuara pada dalil-dalil dan keterangan syara'. Wallahu A'lam

Abu Hurairah

Nisbah dan Kelahiran beliau

Berkaitan dengan nama beliau, terdapat perbedaan dikalangan ulama. Ada yang menyebutkan bahwa nama beliau adalah Abdurrahman bin Shakr. Al-Hakim Abu Ahmad menyebutkan, ”Bahwa inilaha nama beliau yang paling shahih.” Ibnu Abdil Barr dan an-Nawawi mengatakan, ”Dari tiga puluhan pendapat, nama beliau yang paling tepat adalah Abdurrahman.” Selain itu ada yang mengatakan nama beliau adalah Ibnu Ghanm. Dan dimasa jahiliyah ada yang menyebutkan bahwa nama beliau adalah Abdu Syams kemudian Rasulullah SAW menggantinya menjadi Abdullah dan diberi kunyah sebagai Abu Hurairah. Ibnu Asakir menyebutkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah, ”Bahwa Rasulullah SAW memberi kunyah kepadaku sebagai Abu Hirr,” dikarenakan beliau sering bermain dengan kucing disaat masih kecil. Ada yang menyebutkan bahwa nama beliau adalah : Amir, ada yang menyebutkan, Bariir dan selainnya.
Sedangkan nama bapak beliau juga terdapat perselisihan, Hisyam bin al-Kalbi menyebutkan bahwa nama bapak beliau adalah Umair bin Amir bin Dzi asy-Syara bin Thariif bin Ayyan bin Abu Sha’ab bin Haniyyah bin Sa’ad bin Tsa’labah bin Salim bin Fahm bin Ghanm bin Daus bin Adnan bin al-Azdi. Adapun ibunda beliau adalah Maimunah binti Shubaih –radhiallahu ’anha-.
Beliau dilahirkan tahun 31 setelah kejadian tentara Gajah, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Atiqi dan al-Qa’nabi di dalam tarikh beliau.

Ke-Islaman beliau

Diantara ulama ada yang menyebutkan bahwa awal ke-Islaman beliau radhiallahu ‘anhu adalah pada tahun terjadinya perang Khaibar yaitu di awal tahun ke tujuh hijriyah. Dan ketika beliau mneyatakan ke-islaman beliau dihadapan Nabi SAW, beliau SAW bertanya kepadanya, “Dari manakah engkau?” Abu Hurairah menjawab, “Dari –kabilah- Daus.” Kemudian beliau SAW bersabda, “Tidaklah saya sebelumnya melihat pada kabilah Daus seseorang yang memiliki kebaikan.”
Dan Abu Hurairah juga mengatakan, bahwa beliau telah turut serta dalam peristiwa perang Khaibar sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa’id bin al-Musayyab. Qais bin Abi Hazim menyebutkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Saya tiba di Khaibar setelah mereka menuntaskan peperangan.”
Pada riwayat lainnya disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Saya tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Disaat yang bersamaan Nabi SAW telah pergi menuju Khaibar. Lalu saya mengerjakan shalat dibelakang Siba’ bin’Arfathah.” Setelah itu Abu Hurairah menyertai Rasulullah SAW selama empat tahun, sejak penaklukan Khaibar hingga wafat Rasulullah SAW.
Abu Hurairah mengatakan, “Saya tiba di Madinah –demi Allah- sementara Rasulullah SAW sedang berada di Khaibar. Saat itu usia saya telah melebihi tiga puluh tahun. Lalu saya bermukim di Madinah hingga beliau SAW wafat. Saya mengikuti beliau ke rumah-rumah istri beliau, melayani beliau, turut serta disaat beliau SAW mengerjakan jihad dan haji, mengerjakan shalat dibelakang beliau, hingga saya –demi Allah- adalah orang yang mengetahui akan hadits beliau SAW.”


Sifat dan Kepribadian Abu Hurairah

Abu Hurairah radhiallahu ’anhu adalah seorang yang berdada bidang dengan dua pundak yang berjauhan. Dengan dua jalinan rambut dikepala beliau. Beliau sering mewarna rambut beliau dengan warna merah. Dengan geraham yang renggang.
Beliau adalah sahabat yang paling sering menemani Nabi SAW, kemana saja Nabi SAW berada beliau selalu mengikutinya. Sementara saat itu para sahabat lainnya menyibukkan diri dengan kesibukan mereka di pasar maupun diladang-ladang mereka.
Abu Hurairah telah mendapatkan kebaikan dari janji Rasulullah SAW dalam hal periwayatan hadits dan ilmu dari beliau SAW. Dimana awalnya beliau khawatir akan terlupakan segala yang dia dengarkan dari Rasulullah SAW. Hingga Rasulullah SAW bersabda, ”Siapakah yang akan menghamparkan pakaian luarnya agar saya menuntaskan perkataanku kepadanya, hingga dia tidak akan lupa sesuatupu yang dia telah dengarkan dariku.” Abu Hurairah berkata, ”Maka saya menghamparkan kain burdah saya hingga beliau SAW menyelesaikan haditsnya. Kemudian saya melipatnya. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah saya lupa sesuatupun semua yang saya dengar dari beliau SAW.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).
Dan Rasulullah SAW sendiri mempersaksikan akan kemauan beliau yang kuat untuk mencari dan menghafalkan ilmu.

Salim bin Hibban meriwayatkan dari bapaknya dari Abu Hurairah, beliau mengatakan, ”Saya tumbuh besar dalam keadaan yatim lagi miskin. Dan saya dulunya bekerja upahan pada putri Ghazwan. Yaitu dengan mendapatkan upah sekedar memenuhi perutku dan ganti atas langkah kakiku. Saya membantu mereka jikalau mereka hendak menaiku tunggangan dan menjdi sandaran jika mereka hendak turun dari tunggangannya. Maka segala puji bai Allah yang telah menjadikan agama Islam sebagai penegak dan Abu Hurairah sebagai imam.

Abu Zaid meriwayatkan bahwa pernah Abu Hurairah berdiri di atas mimbar Rasulullah, pada tempat setelah tempat berdiri Rasulullah SAW. Kemudian beliau berkata, ”Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah bagi Abu Hurairah untuk memeluk Islam. Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan ilmu tenang al-Qur`an bagi Abu Hurairah. Dan segala puji bagi Allah yang telah berkenan menganugrahkan Muhammad SAW bagi Abu Hurairah. Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan kepadaku berupa khamiir (roti yang telah meragi) dan mengenakan pakaian tinta bagiku. Segala puji bagi Allah yang telah menikahkanku dengan putri Ghazwan setelah sebelumnya saya adalah buruh upahannya...”
Dan beliau juga mengatakan, ”Saya pernah pingsan diantara al-qubur dan al-minbar karena menahan rasa lapar, hingga mereka mengatakan bahwa saya seorang yang telah gila.”
Rasulullah SAW juga pernah mendoakan agar Abu Hurairah dicintai oleh setiap mukmin laki-laki maupun wanita. Imam Ahmad mengatakan, ”Saya pernah bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW, lalu saya bertanya, ”Wahai Rasulullah apakah semua yang Abu Hurairah riwayatkan benar?” Beliau SAW bersabda, ”Iya.”
Abu Shalih mengatakan, “Abu Hurairah adalah sahabat yang paling kuat hafalan haditsnya.”
Asy-Syafi’I mengatakan, Abu Hurairah adalah seorang yang paling kuat hafalan haditsnya di masa beliau.”
Makhul menghikayatkan, bahwa disuatu malam ketika orang-orang berkumpul di salah satu kubah kediaman Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu, berdirilah Abu Hurairah membacakan hadits dari Rasulullah SAW hingga shubuh hari. Beliau –Abu Hurairah- sendiri mengatakan, “Saya tidak mengetahui seorangpun sahabat Rasulullah SAW yang lebih kuat hafalan haditsnya dariku.”
Ubai bin Ka’ab berkata, “Abu Hurairah adalah seorang yang paling berani dihadapan Rasulullah SAW, beliau menanyakan beberapa hal kepada Rasulullah SAW yang kami tidak berani menanyakannya.”
Ibnu Umar berkata, “Wahai Abu Hurairah, engkau adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW dan paling mengerti akan hadits beliau SAW.”

Adapun perihal ibadah beliau, disebutkan bahwa Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dalam setiap hari bertasbih hingga seribu kali tasbih. Dan beliau juga terus menerus menjaga ibadah puasa, shalat malam serta gemar menjamu tamu.
Abu Utsman an-Nahdi mengatakan, “Saya berkunjung ke kediaman Abu Hurairah, dan adalah beliau, istri dan pembantu beliau silih berganti mengerjakan shalat di waktu malam dengan membaginya menjadi tiga waktu, ketika yang satu telah selesai shalat maka dia membangunkan yang lainnya demikian hingga orang yang ketiga.”
Abu Bakar bin Dawud pernah berjumpa dengan Abu Hurairah didalam mimpi beliau, dan dia berkata kepada Abu Hurairah, “Sungguh saya mencintai anda.” Maka Abu Hurairah berkata, “Saya adalah shahib hadits –penyandang hadits Nabi- yang pertama kali ada di dunia.”
Dan beliau termasuk diantara ashhab ash-shuffah, yaitu sahabat yang tidak memiliki kediaman dan hanya menempati pojok masjid sebagai rumah mereka. Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah mengatakan, “Beliau adalah pemimpin mereka dan seorang yang paling terkenal sebagai ashhab ash-shuffah.”
Dari Syarahbil, dia mengatakan bahwa Abu Hurairah senantiasa mengerjakan puasa senin dan kamis.
Dan beliau ada seseorang yang berakhlak mulia. Dan beliau juga sangatlah ramah kepada anak-anak kecil, hingga terkadang beliau radhiallahu ‘anhu datang menemui mereka sementara mereka diwaktu malam sedang bermain permainan kaum arab badui. Dan anak-anak tersebut tidaklah menyadari kehadiran beliau, hingga beliau membaurkan diri beliau bersama dengan mereka, lalu turut memukulkan kedua kaki beliau. Hal tersebut menjadikan anak-anak tadi kaget hingga berlarian.
Dan beliau juga seorang yang tidak terkesan dengan gelimang harta dunia, walau beliau memiliki kedudukan sebagai gubernur di Madinah. Tsa’labah bin Abu Malik al-Qurazhi menyebutkan, bahwa apabila Mu’awiyah memberikan sesuatu hadiah kepada Abu Hurairah, maka beliau akan terdiam. Namun jika tidak, barulah beliau –radhiallahu ‘anhu- melanjutkan ucapan beliau.”
Dan juga sekali waktu beliau diberi hadiah sejumlah seratus ribu dinar. Yang mana hadiah tersebut menjadikan dahi beliau berkucuran keringat. Beliau berkata, “Saya bersedekah dengan hadiah ini lebih saya senangi dari pada seratus ribu, ditambah seratus ribu, ditambah seratus ribu dirham dari harta si fulan.”

Di masa pemerintahan Mu’awiyah, beliau rahimahullah diangkat sebagai gubernur Madinah, kemudian beliau menyerahkannya kembali di masa pemerintahan Marwan. Berkaitan dengan permasalahan kekuasaan ini, beliau rahimahullah berkata, “Mereka mengutus kekuasaan kepadaku sementara saya tidak menyukainya dan mereka menanggalkannya sementara saya sangat mencintainya.” Beliau dikirimkan harta sejumlah empat ratus ribu dinar dari Bahrain dan menurunkan beliau dari kedudukannya sebagai gubernur, kemudian beberapa waktu setelahnya, beliau diminta lagi untuk menjabat sebagai gubernur namun menolaknya.


Jumlah hadits yang beliau riwayatkan

Beliau meriwayatkan sangat banyak hadits dari Nabi SAW, bahkan beliau adalah sahabat yang paling banyak riwayatnya dari Nabi SAW. Abu Hurairah mengatakan, ”Saya telah menghafalkan dari Rasulullah SAW tiga kantong besar hadits. Dan saya hanya menyampaikan dua kantong saja.” Pada riwayat lainnya, ”Saya telah menghafalkan dari beliau SAW dua bejana besar. Adapun salah satunya, maka saya telah menyebar luaskannya kepada kaum muslimin sementara bejalan satunya, kiranya saya menyebarkannya, niscaya ilmu ini akan berkesudahan.”
Beliau meriwayatkan lima ribu tiga ratus tujuh puluh empat hadits. Tidak seorangpun sahabat yang meriwayatkan jumlah hadits sebanyak ini. Yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim sebanyak tiga ratus dua puluh enam hadits. Sementara yang diriwayatkan oleh al-Bukharis ecara terpisah sejumlah sembilan puluh enam hadits dan oleh Muslim secara terpisah sebanyak seratus sembilan puluh hadits.
Asy-Syafi’i mengatakan, ”Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak hafalan haditsnya di masa beliau. Abu Hurairah mengatakan –pada riwayat yang shahih dari beliau-, ”Tidak seorangpun yang lebih banyak haditsnya dariku selain si fulan, karena menulis hadits.”
Dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berbahagian dengan syafa’at anda kelak?” Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh saya telah memperkirakan, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak seorangpun yang akan menanyakan hadits ini seseorangpun sebelum engkau. Karena saya telah melihat samangat engkau akan hadits. Sesungguhnya orang yang paling berbahagian dengan syafa’atku kelak pada hari kiamat adalah yang mengucapkan kalimat, Laa ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.
Yang beliau maksudkan adalah Abdullah bin Amru bin al-’Ash radhiallahu ’anhma. Abdullah bin Amru bin al-’Ash telah dipanjangkan usia hingga melebihi Abu Hurairah, hanya saja Abu Hurairah bermukim di Madinah dan tidak pernah meninggalkan kota Madinah. Sementara orang-orang berdatangan ke kota tersebut dari segala penjuru setelah wafatnya Rasulullah. Hal tersebut karena beberapa alasan, diantaranya karena alasan ilmu, dan adalah Abu Hurairah seorang sahabat yang terdepan dalam riwayat dan penyebaran ilmu. Berbeda dengan Abdullah bin Amru binal-’Ash, dimana beliau bersafar ke beberapa negeri dan lebih cenderung kepada ibadah. Karena itulah hadits beliau tidak begitu tersebar luas dan riwayat beliau juga tidak demikian banyaknya. Semoga Allah meridhai mereka berdua.

Beliau juga mengatakan, ”Sesungguhnya orang-orang telah berkomentar bahwa Abu Hurairah sangat banyak meriwayatkan hadits?!. Demi Allah sekiranya bukan karena dua ayat didalam Kitabullah, tidaklah saya menyampaikan satupun hadits,” kemudian beliau melantunkan firman Allah,

”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati. kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 159-160)
Saudara-saudara kami kaum Muhajirin telah sibuk dengan perdagangan mereka sementara saudara-saudara kami kaum Anshar sibuk dengan harta mereka.”

Beliau telah menyadur ilmu yang sangat banyak dari Nabi SAW, tidak seorangpun sahabat yang melebihi banyaknya ilmu yang beliau riwayatkan dari Nabi SAW. Juga beliau meriwayatkan dan menyadur ilmu dari Ubay bin Ka’a, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar, Usamah, Aisyah, al-Fadhl, Bashrah bin Abi Bashrah dan Ka’ab al-Jadr. Al-Bukhari mengaakan, “Lebih dari delapan ratus antara sahabat maupun tabi’in yang telah meriwayatkan dari Abu Hurairah.”
Dan beliau termasuk diantara sahabat yang mengeluarkan fatwa di Madinah, bersama dengan Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.”
Ibnu Hazm mengatakan, “Sahabat pada tingkat pertengahan dalam hal fatwa adalah Utsman, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru bin al-Ash, Ummu Salamah, Anas, Abu Sa’id, Abu Musa, Abdullah bin az-Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqash, Salman al-Farisi, Jabir, Mu’adz dan Abu Bakar.”
Sementara yang meriwayatkan dari beliau, baik dari generasi sahabat dan tabi’in juga sangat banyak, ada yang menyebutkan hingga mencapai delapan ratus orang. Diantara mereka Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Jahman al-Aslami, al-Jullaas, al-Hasan al-Bashri, Humaid bin Abdurrahman, Hanzhalah bin Ali, Rabi’ah al-Jurasyi, Salim al-‘Umari, Sa’id bin al-Musayyab, Sa’id al-Maqburi, Sa’id bin Abi Hind, Shalih maula at-Tau`amah, Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash, Thawus al-Yamani, Amir asy-Sya’bi, Abdullah bin Rafi’ maula Ummu Salamah, Abu Salamah Abdullah bin Rafi’ al-Hadhrami, Abdullah bin Syaqiq, Ubaidullah bin Abdillah bin Umar, Abdurrahman bin Abdillah bin Ka’ab, Abdurrahman bin ghanm, Abdurrahman bin Abi Karimah, Abdurrahmanbin Mihran maula Abu Hurairah, al-‘A’raj Abdurahman bin Hurmuz, Atha’ bin Yazid, Atha` bin Yasaar, Urwah bin az-Zubair, Amru bin Dinar, al-Qasim bin Muhammad, al-Mughirah bin abi Burdah, Makhul, Musa bin Thalhah, Maimun bin Mihran, Nafi’ bin Jubair, Nafi’ al-‘Umari, Nu’aim al-Mujmir, Abu Idris al-Khaulani, Abu Shalih as-Samman, Ummu ad-Darda` ash-Shughra dan masih banyak lagi lainnya.

Wafat beliau

Beliau wafat di Madinah an-Nabawiyah, ada yang mengatakan bahwa beliau wafat di al-‘Aqiiq. Dan dimakamkan di Baqi’. Adapun tahun wafat beliau, dikalangan ulama ada yang berpendapat bahwa Abu Hurairah radhia;;ahu ‘anhu wafat tahun 57 Hijriyah bertpatan dengan tahun wafatnya Aisyah radhiallahu ‘anha. Ada juga yang berpendapat beliau wafat tahun 59 Hijriyah, dan pendapat terakhir ini yang dibenarkan oleh Imam an-Nawawi.
Al-Waqidi menyebutkan, bahwa Abu Hurairah menshalati jenazah Aisyah radhiallahu ‘anha tahun 58 Hijriyah di bulan Ramadhan, dna juga menshalati jenazah Ummu Salamah pada bulan Syawal tahun 59 Hijriyah. Dan beliau wafat setelah itu ditahun yang sama pada usia tujh puluh delapan tahun.
Disebutkan bahwa beliau pernah berdoa, “Wahai Allah janganlah sampai saya mendapatkan tahun ke-enam puluh hjriyah.” Hingga akhirnya beliau wafat setahun sebelumnya.
Pada saat pemakaman beliau, Ibnu Umar termasuk diantara yang mengantarkannya, dan beliau hingga menangis karena seringnya beliau mendoakan rahmat kepada Abu Hurairah. Dan beliau berkata, “Abu Hurairah adalah seseorang yang menjaga hadits Rasulullah SAW bagi kaum muslimin.”

Rabu, 01 Juli 2009

Meluruskan Pemahaman Keliru Tentang Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab

Oleh: Syaikh Shalih bin Abdul Aziz As Sindi

Semenjak berlalunya tahun-tahun yang panjang, dalam kurun waktu yang lama, kontroversi tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan dakwahnya masih terus berjalan. Antara yang mendukung dan yang menentang, atau yang menuduh dan yang membela.
Yang perlu diperhatikan mengenai ucapan orang-orang yang menentang Syaikh yang melontarkan kepada beliau dengan bebagai tuduhan, bahwa perkataan mereka tak disertai dengan bukti. Apa yang mereka tuduhkan tidak mempunyai bukti dari perkataan Syaikh, atau didasarkan pada apa yang telah ditulis dalam kitabnya, tapi hanya sekedar tuduhan yang dilontarkan oleh pendahulu, kemudian diikuti oleh orang setelahnya.
Saya yakin tak ada seorangpun yang berfikir objektif kecuali dia mengakui bahwa cara terbaik untuk mengetahui fakta yang sebenarnya adalah dengan melihat kepada yang bersangkutan, kemudian mengambil informasi langsung dari apa yang telah disampaikannya.

Kitab-kitab Syaikh dapat kita temui, perkataan-perkataannya pun juga masih terjaga. Dengan mengacu kepada itu semua akan terbukti apakah isu-isu tersebut benar atau salah. Adapun tuduhan-tuduhan yang tidak disertai dengan bukti hanyalah fatamorgana yang tak ada kenyataanya.
Dalam lembaran-lembaran ini, berisi catatan-catatan ringan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan amanah dinukil dari kitab-kitabnya yang valid. Saya telah mengumpulkannya dan yang dapat saya lakukan hanyalah sekedar menyusun.
Catatan berisi jawaban-jawaban langsung dari Syaikh terhadap tuduhan-tuduhan kepada beliau yang dilancarkan oleh para penentangnya. Dengan jelas ditepisnya segala apa yang dituduhkan. Saya yakin –dengan taufiq dari Allah .- hal itu cukup untuk menjelaskan kebenaran bagi siapa yang benar-benar mencarinya.
Adapun yang membangkang terhadap Syaikh dan dakwahnya, senang menyebarkan kedustaaan dan kebohongan, perlu saya katakan kepada mereka : kasihanilah dirimu sesungguhnya kebenaran akan jelas, agama Allah akan menang dan matahari yang bersinar terang tak akan bisa ditutupi dengan telapak tangan.

Inilah perkataan Syaikh menjawab tuduhan-tuduhan tersebut, kalau Anda mendapatkan perkataan Syaikh yang mendustakannya maka tampakkan dan datangkanlah jangan Anda sembunyikan…..! Namun kalau tidak –dan Anda tidak akan mendapatkannya- maka saya menasehati Anda dengan satu hal : hendaklah Anda menghadapkan diri kepada Allah dengan menanggalkan segala hawa nafsu dan fanatisme, meminta kepada-Nya untuk memperlihatkan al haq dan membimbingmu kepadanya, kemudian Anda fikirkan apa yang telah dikatakan oleh orang ini (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab), apakah dia membawa sesuatu yang bukan dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya Sholallahu ‘Alaihi Wasallam.

Lalu fikirkan sekali lagi: apakah ada jalan keselamatan selain perkataan yang benar dan membenarkan al haq. Bila telah tampak bagi Anda kebenaran maka kembalilah kepada akal sehat, menujulah kepada al haq, sesungguhnya hal itu lebih baik dari pada terus menerus berada dalam kebatilan, hanya kepada Allah saja segala perkara dikembalikan.

HAKEKAT DAKWAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Sebagai permulaan pembahasan kita akan lebih baik kalau kita menukil beberapa perkataan ringkas Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam menjelaskan apa yang beliau dakwahkan, jauh dari awan gelap propaganda yang dilancarkan para penentangnya yang mereka menghalangi kebanyakan manusia agar jauh dari dakwah tersebut. Beliau mengatakan :
"Aku katakan –hanya bagi Allah segala puji dan karunia dan dengan Allah segala kekuatan- : sesungguhnya Tuhanku telah menunjukkanku ke jalan yang lurus, agama lurus agama Ibrahim yang hanif dan dia tidak termasuk orang-orang musyrik. Dan aku –Alhamdulillah-, tidak mengajak kepada madzhab salah seorang sufi, ahli fikih, filosof, atau salah satu imam-imam yang aku muliakan…..
Aku hanya mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, aku mengajak kepada sunnah Rasulullah . yang beliau menasehatkan ummatnya dari yang awal sampai yang akhir untuk selalu mengikutinya. Aku berharap semoga aku tidak menolak segala kebenaran bila telah sampai kepadaku, bahkan aku persaksikan kepada Allah, para malaikat dan semua makhluk-Nya, siapapun diantara kalian yang menyampaikan kebenaran kepadaku, pasti akan aku terima dengan sepenuh hati, dan aku akan memukulkan ke tembok setiap perkataan para imamku yang bertentangan dengan kebenaran, kecuali Rasulullah . karena beliau tidak mengatakan kecuali kebenaran".
(Ad Durarus Saniyyah: jilid 1, hal: 37,38).
"Dan aku –segala puji hanya milik Allah-, hanyalah mengikuti, bukan mengada-ada". (Mu’allafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal: 36).

"Gambaran mengenai permasalahan yang sebenarnya adalah aku katakan : tidak ada yang boleh didoai kecuali Allah saja tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya): "maka janganlah kamu berdoa kepada seorangpun bersamaan dengan Allah" (Q.S. Al Jin : 18).
Allah juga berfirman berkaitan dengan hak Nabi-Nya (yang artinya): Katakanlah : "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan-pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan" (Q.S. Al Jin : 21)
Demikianlah firman Allah dan apa yang disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah kepada kita, ….. inilah antaraku denganmu, kalau ada yang menyebutkan tentangku di luar daripada itu, maka itu adalah dusta dan kebohongan". (Ad Durarus Saniyyah : 1/90-91).

Masalah Pertama : I’TIQAD BELIAU TENTANG NABI

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab difitnah para musuhnya dengan berbagai tuduhan keji berkaitan dengan i’tiqadnya terhadap Nabi, tuduhan itu berupa :

Pertama : beliau tidak menyakini bahwa Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam adalah nabi penutup.
Dikatakan demikian, padahal semua kitab-kitab beliau penuh berisi tentang bantahan terhadap syubhat itu. Berikut ini menunjukkan kebohongan tuduhan tersebut, diantaranya dalam perkataan beliau :

"Aku beriman bahwa Nabi kita Muhammad . adalah penutup para nabi dan rasul. Tidak akan sah iman seorang hamba pun sampai dia beriman dengan diutusnya beliau serta bersaksi akan kenabiannya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal 32)
"Makhluk paling beruntung, paling agung kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah yang paling tinggi dalam mengikuti dan mencocoki beliau (Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam) dalam ilmu dan amalannya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:32)

Kedua : Dia telah menghancurkan hak Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, tidak meletakkan beliau pada kedudukannya yang pantas.
Untuk melihat hakikat beliau sebagai tertuduh, saya nukilkan sebagian perkataan yang telah beliau tegaskan berkaitan dengan apa yang diyakini tentang hak Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau berkata:
"Tatkala Allah berkehendak menampakkan tauhid dan kesempurnaan agama-Nya, agar kalimat-Nya adalah tinggi dan seruan orang-orang kafir adalah rendah, Allah mengutus Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai penutup para nabi dan kekasih Tuhan semesta alam. Beliau terus menerus dikenal dalam setiap generasi, bahkan dalam Taurat dan Injil telah disebutkan, sampai akhirnya Allah mengeluarkan mutiara itu, antara Bani Kinanah dengan Bani Zuhrah. Maka Allah mengutusnya pada saat terhentinya pengutusan para rasul, lalu menunjukkannya kepada jalan yang lurus. Beliau mempunyai tanda-tanda dan petunjuk tentang kebenaran kenabian sebelum diangkat menjadi nabi, yang tanda-tanda tersebut tidak terkalahkan oleh orang-orang yang hidup pada masanya. Allah membesarkan beliau dengan baik, mempunyai kehormatan tertinggi pada kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling mulia, paling lembut dan paling benar dalam berucap, akhirnya kaumnya memberikan julukan dengan Al Amin, karena Allah telah menciptakan pada beliau keadaan-keadaan bagus dan budi pekerti yang diridhai-Nya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal: 90-91).

"Dan beliau adalah pemimpin para pemberi syafa’at, pemilik Al Maqamul Mahmud (kedudukan hamba yang paling mulia di hari kiamat), sedang Nabi Adam . dan orang-orang sesudahnya akan berada di bawah panjinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 86).

"Utusan yang pertama adalah Nabi Nuh Alaihis Salam dan yang paling akhir serta paling mulia adalah Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:143)
"Beliau telah menyampaikan penjelasan dengan cara terbaik dan paling sempurna, manusia yang paling menginginkan kebaikan bagi hamba-hamba Allah, belas kasih terhadap orang-orang yang beriman, telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad dan terus menerus menyembah Allah sampai beliau wafat. (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:21).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga mengambil kesimpulan dari sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya): Tidaklah sempurna iman salah seorang diantara kamu sampai aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya dan semua manusia. Beliau mengatakan : "Kewajiban mencintai Rasulullah . melebihi cinta terhadap diri sendiri, keluarga maupun harta". (Kitabut Tauhid, hal : 108).

Ketiga : mengingkari syafaat Rasululullah Sholallahu Alaihi Wasallam.
Syaikh berkenan menjawab syubhat ini, beliau mengatakan : "Mereka menyangka bahwa kami mengingkari syafaat Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Maha suci Engkau Allah, ini adalah tuduhan yang besar. Kami mempersaksikan kepada Allah . bahwa Rasulullah . adalah pemberi syafaat dan diberi kekuasaan oleh Allah untuk memberi syafaat, pemilik Al Maqamul Mahmud. Kita meminta kepada Allah Yang Maha Mulia, Tuhan Arsy yang agung untuk memberikan syafaat kepada beliau untuk kita, dan mengumpulkan kita di bawah panjinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 63-64)

Syaikh telah menjelaskan sebab penyebaran propaganda dusta ini, beliau berkata: "Mereka itu ketika aku sebutkan apa yang telah disebutkan Allah dan Rasul-Nya . serta semua ulama dari segala golongan, tentang perintah untuk ikhlas beribadah kepada Allah, melarang dari menyerupakan diri dengan Ahlul Kitab sebelum kita yang mereka itu menjadikan ulama dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, mereka mengatakan : kamu merendahkan para nabi, orang-orang shalih dan para wali!". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal: 50)

Masalah Kedua : TENTANG AHLUL BAIT

Termasuk tuduhan yang diarahkan kepada Syaikh : beliau tidak mencintai Ahlul Bait Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan menghancurkan hak mereka. Jawaban atas pernyataan ini : Apa yang dikatakan itu bertentangan dengan kenyataan, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengakui akan hak mereka untuk dicintai dan dimuliakan. Beliau konsisten dengan hal ini bahkan mengingkari orang yang tidak seperti itu. Beliau rahimahullah berkata :
"Allah telah mewajibkan kepada manusia berkaitan dengan hak hak terhadap ahlul bait. Tidak boleh bagi seorang muslim menjatuhkan hak-hak mereka dengan mengira ini adalah termasuk tauhid, padahal hal itu adalah perbuatan yang berlebih-lebihan. Kita tidak mengingkari kecuali apa yang mereka lakukan berupa penghormatan terhadap ahlul bait disertai dengan keyakinan mereka pantas untuk disembah, atau penghormatan terhadap mereka yang mengaku dirinya pantas disembah". (Mu’allafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal:284)

Dan bagi siapa saja yang mau memperhatikan biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab akan membuktikan apa yang telah dia katakan. Cukuplah diketahui beliau telah menamai enam dari tujuh putranya dengan nama para ahlul bait yang mulia –semoga Allah merahmati mereka. Keenam putra itu adalah : Ali, Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan bukti yang jelas menunjukkan betapa besar kecintaan dan penghargaannya terhadap ahlul bait.

Masalah Ketiga : KAROMAH PARA WALI

Beredar isu di kalangan orang bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengingkari karomah para wali. Menepis kebohongan ini, di beberapa tempat Syaikh rahimahullah telah merumuskan aqidah beliau yang tegas berkaitan dengan masalah ini, berbeda jauh dengan apa yang selama ini tersebar. Diantaranya terdapat di dalam sebuah perkataannya tatkala beliau menerangkan tentang aqidah beliau :
"Dan aku meyakini tentang karomah para wali". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:32)

Bagaimana mungkin beliau dituduh dengan tuduhan tersebut, padahal dia mengatakan bahwa orang yang mengingkari karomah para wali adalah ahli bid’ah dan kesesatan, beliau berkata:

"Dan tidak ada seorangpun mengingkari karomah para wali kecuali dia adalah ahli bid’ah dan kesesatan". (Muallafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 1, hal: 169)

Masalah Keempat : TAKFIR (Pengkafiran -red)

Termasuk perkara terbesar yang disebarkan berkenaan dengan Syaikh dan orang-orang yang mencintainya adalah dikatakan mengkafirkan khalayak kaum muslimin dan pernikahan kaum muslimin tidak sah kecuali kelompoknya atau yang hijrah kepadanya. Syaikh telah menepis syubhat ini di beberapa tempat, diantara pada perkataan beliau :
"Pendapat orang bahwa saya mengkafirkan secara umum adalah termasuk kedustaan para musuh yang menghalangi manusia dari agama ini, kita katakan : Maha Suci Engkau Allah, ini adalah kedustaan besar". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 100)
"Mereka menisbatkan kepada kami berbagai macam kedustaan, fitnah pun semakin besar dengan mengerahkan terhadap mereka pasukan syetan yang berkuda maupun yang berjalan kaki. Mereka menebarkan berita bohong yang seorang yang masih mempunyai akal merasa malu untuk sekedar menceritakannya apalagi sampai tertipu. Diantaranya apa yang mereka katakan bahwa aku mengkafirkan semua manusia kecuali yang mengikutiku dan pernikahan mereka tidak sah. Sungguh suatu keanehan, bagaimana mungkin perkataan ini bisa masuk kedalam pikiran orang waras. Dan apakah seorang muslim akan mengatakan seperti ini. Aku berlepas diri kepada Allah dari perkataan ini, yang tidak bersumber kecuali dari orang yang berpikiran rusak dan hilang kesadarannya. Semoga Allah memerangi orang-orang yang mempunyai maksud-maksud yang batil". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal 80)
"Aku hanya mengkafirkan orang yang telah mengetahui agama Rasulullah . kemudian setelah dia mengetahuinya lantas mengejeknya, melarang manusia dari memeluk agama tersebut dan memusuhi orang yang berpegang dengannya. Tetapi kebanyakan umat –alhamdulillah- tidaklah seperti itu". (Ad Durarus Saniyyah : 1/73)

Masalah Kelima : ALIRAN KHAWARIJ

Sebagian orang ada yang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa dia berada di atas aliran khawarij yang mengkafirkan manusia hanya karena kemaksiatan biasa. Untuk menjawabnya kita ambil dari redaksi perkataan Syaikh rahimahullah sendiri. Beliau rahimahullah berkata :
"Aku tak menyaksikan seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia masuk surga atau masuk neraka kecuali orang yang telah disaksikan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam. Akan tetapi aku mengharapkan kebaikan bagi orang yang berbuat baik, dan mengkhawatirkan orang yang berbuat jahat. Aku tidak mengkafirkan seorang dari kaum muslimin pun hanya karena dosa biasa dan aku tak mengeluarkannya dari agama Islam". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:32)

Masalah Keenam : TAJSIM (Menjisimkan/ menyerupakan Allah dengan makhluk)

Termasuk yang digembar-gemborkan juga tentang Syaikh adalah beliau dianggap mujassim, yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Beliau telah menerangkan keyakinan dia tentang masalah ini dan ternyata sangat jauh dengan apa yang telah dituduhkan padanya, beliau berkata :
"Termasuk beriman kepada Allah adalah: beriman dengan apa yang Allah sifati terhadap Dzat-Nya di dalam kitab-Nya, atau melalui sabda Rasul-Nya, tanpa adanya tahrif (merubah teks maupun makna dari nash aslinya -pent) ataupun ta’thil (menafikan sebagian atau semua sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan terhadap diri-Nya -pent), bahkan aku beri’tikad bahwa tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah ., Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka aku tidak menafikan dari Allah sifat yang telah Dia tetapkan terhadap diri-Nya, aku tidak merubah perkataan Allah dari tempat-tempatnya, aku tidak menyimpang dari kebenaran dalam nama dan sifat-sifat Allah. Aku tidak menggambarkan bagaimana sebenarnya sifat-sifat Allah dan juga tidak menyamakannya dengan sifat-sifat makhluk, karena Dia Maha Suci, tiada yang menyamai, tiada yang setara dengan-Nya, tidak memiliki tandingan dan tidak pantas diukur dengan makhluk-Nya. Karena Allah. Yang paling mengetahui tentang diri-Nya dan tentang yang selain-Nya. Dzat Yang paling benar firman-Nya dan paling bagus dalam perkataan-Nya. Allah menyucikan diri-Nya dari dari apa yang dikatakan oleh para penentang yaitu ahli takyif (menggambarkan hakikat sifat-sifat Allah) maupun ahli tamtsil (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Juga mensucikan diri-Nya dari pengingkaran ahli tahrif maupun ahli ta’thil, maka Dia berfirman (yang artinya): Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan, dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam (Q.S. As Shaffat : 180-182) (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:29)
"Dan sudah dimaklumi bahwa ta’thil adalah lawan dari tajsim, ahli ta’thil adalah musuh ahli tajsim, sedang yang haq adalah yang berada di antara keduanya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 11, hal:3)

Masalah Ketujuh : MENYELISIHI PARA ULAMA

Sebagian manusia mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menyelisihi semua ulama dalam dakwahkannya, tidak melihat kepada perkataan mereka, tidak mengacu kepada kitab-kitab mereka dan beliau membawa barang baru serta membuat madzhab kelima.Orang yang paling bagus dalam menjelaskan bagaimana hakikatnya adalah beliau sendiri. Beliau berkata :
"Kami mengikuti Kitab dan Sunnah serta mengikuti para pendahulu yang shalih dari umat ini dan mengikuti apa yang menjadi sandaran perkataan para imam yang empat : Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris (As Syafi’i) dan Ahmad bin Hanbal semoga Allah merahmati mereka". (Muallafatus Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, jilid 5, hal: 96)

"Bila kalian mendengar aku berfatwa dengan sesuatu yang dengannya aku keluar dari kesepakatan (ijma’) ulama, sampaikan perkataan itu kepadaku". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 53)
"Bila kalian menyangka bahwa para ulama bertentangan dengan apa yang aku jalani, inilah kitab-kitab mereka ada di depan kita". (Ad Durarus Saniyyah jilid 2, hal: 58)
"Aku membantah seorang bermadzhab hanafi dengan perkataan ulama-ulama akhir dari madzhab hanafi, demikian juga penganut madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, semua saya bantah hanya dengan perkataan ulama-ulama mutaakhirin yang menjadi rujukan dalam madzhab mereka". (Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:82)
"Secara global yang saya ingkari adalah : keyakinan terhadap selain Allah dengan keyakinan yang tidak pantas bagi selain Allah. Bila Anda dapati aku mengatakan sesuatu dari diriku sendiri, maka buanglah. Atau dari kitab yang kutemukan sedang disepakati untuk tidak diamalkan, buanglah. Atau saya menukil dari ahli madzhabku saja, buanglah. Namun bila aku mengatakannya berdasarkan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya . atau berdasarkan ijma’ ulama dari segala madzhab, maka tidaklah pantas bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berpaling darinya hanya karena mengikuti seorang ahli di zamannya atau ahli daerahnya, atau hanya karena kebanyakan manusia di zamannya berpaling darinya". (Ad Durarus Saniyyah, jilid1,hal:76)

PENUTUP
Sebagai penutup, disini ada dua nasehat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab :
Pertama : bagi orang yang berusaha menentang dakwah ini berikut semua pengikutnya, serta mengajak manusia untuk menentangnya lalu melontarkan beraneka ragam tuduhan dan kebathilan. Bagi mereka Syaikh berkata :
"Saya katakan bagi yang menentangku, bahwa sudah menjadi kewajiban bagi semua manusia untuk mengikuti apa yang telah diwasiatkan oleh Nabi . terhadap umatnya. Aku katakan kepada mereka : kitab-kitab itu ada pada kalian, perhatikanlah kandungannya, jangan kalian mengambil perkataanku sedikitpun. Hanya saja apabila kalian telah mengerti sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam kitab-kitabmu itu maka ikutilah meskipun berbeda dengan kebanyakan manusia… Janganlah kalian mentaatiku, dan jangan mentaati kecuali perintah Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam yang ada di dalam kitab-kitab kalian…
Ketahuilah tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian kecuali mengikuti Rasulullah .. Dunia akan berakhir, namun surga dan neraka jangan sampai ada orang berakal yang melupakannya".
(Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal:89-90)
"Aku mengajak orang yang menyelisihiku kepada empat perkara : kepada Kitabullah, kepada sunnah Rasulullah ., atau kepada ijma’ kesepakatan ahli ilmu. Apabila masih membangkang aku mengajaknya untuk mubahalah". (Ad Durarus Saniyyah : 1/55)
Kedua : bagi yang masih bimbang. Syaikh berkata : "Hendaklah Anda banyak merendah dan menghiba kepada Allah, khususnya pada waktu-waktu yang mustajab, seperti pada akhir malam, di akhir-akhir shalat dan setelah adzan.
Juga perbanyaklah membaca doa-doa yang diajarkan Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, khususnya doa yang tercantum dalam As Shahih bahwa Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa dengan mengucap (yang artinya): Wahai Allah Tuhannya Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nampak, Engkaulah Yang Memutuskan hukum diantara hamba-hamba-Mu yang berselisih, tunjukkanlah kepadaku mana yang haq diantara yang diperselisihkan dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Menunjukkan ke jalan yang lurus bagi siapa yang Engkau kehendaki. Hendaklah Anda melantunkan doa ini dengan sangat mengharap kepada Dzat Yang Mengabulkan doa orang kesulitan yang berdoa kepada-Nya, dan Yang telah Menunjukkan Ibrahim Alaihis Salam disaat semua manusia menentangnya. Katakanlah : "Wahai Yang telah mengajari Ibrahim, ajarilah aku".
Apabila Anda merasa berat dikarenakan manusia menyelisihimu, pikirkanlah firman Allah Subahahu Wata’ala (yanga artinya) : Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah.
(Q.S. Al Jatsiyah : 18-19)
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (Q.S. Al An’am : 118)
Ingatlah sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam As Shahih (yang artinya): "Agama Islam bermula dengan keadaan dianggap asing dan akan kembali dianggap asing seperti saat bermulanya".
Juga sabda Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam (yang artinya) : "Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu …." Sampai akhir hadits [1], juga sabda beliau (yang artinya): "Hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk sesudahku", juga sabdanya : "Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah kesesatan".
(Ad Durarus Saniyyah, jilid 1, hal: 42-43)
"Jika telah jelas bagimu bahwa ini adalah al haq yang tidak diragukan lagi, dan sudah merupakan kewajiban untuk menyebarkan al haq itu serta mengajarkannya kepada para wanita maupun pria, maka semoga Allah merahmati orang yang menunaikan kewajiban itu dan bertaubat kepada Allah serta mengakui al haq itu pada dirinya. Sesungguhnya orang yang telah bertaubat dari dosanya seperti orang yang tak mempunyai dosa sama sekali. Semoga Allah menunjukkan kami dan Anda sekalian dan semua saudara-saudara kita kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam…" (Ad Durarus Saniyyah, jilid 2, hal:43)2.


Catatan Kaki
[1] Lengkapnya adalah: "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari dada manusia secara serta merta, akan tetapi mencabutnya dengan memwafatkan para ulama. Sampai apabila tidak menyisakan seorang yang alim, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka ditanya dan menjawab tanpa ilmu maka mereka tersesat dan menyesatkan manusia" (HR. Bukhari Muslim).
Makalah ini diterjemahkan oleh Muhammad Hamid Alwi,
dari teks aslinya berjudul: "Tashihu Mafahim Khati’ah"
Sumber: http://www.salafyoun.com/forumdisplay.php?f=35&langid=5
Sebuah Situs yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Bin Ramzan Al Hajiry Hafidzahullah
Risalah Syaikh Muhammad Bin Ramzan pernah dimuat dalam Majalah An Nashihah