Sabtu, 12 September 2009

Penuntun Ringkas Pelaksanaan Shalat 'Iedain (2)

1. Hal-hal yang Sunnah sebelum pelaksanaan Shalat ‘Ied

- Mandi sebelum menuju Mushalla ‘Ied


Keterangan:
Disunnahkan untuk mandi sebelum menuju Mushalla ‘Ied.

Sandaran hukumnya:
Atsar dari Abdullah bin ’Umar radhiallahu ‘anhuma, yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi’, beliau berkata, “Ibnu Umar senantiasa mandi pada hari ‘Iedul Fithri sebelum beliau menuju ke mushalla ‘ied.”
Atsar ini juga diriwayatkan oleh Abdurrazzaq didalam Mushannaf beliau, Asy-Syafi’i didalam Al-Umm dan Al-Musnad serta selainnya.
Sebagian ulama bahkan menyatakan adanya konsensus diantara ulama Islam bahwa mandi sebelum menuju mushalla ‘ied adalah perbuatan yang baik dan sunnah. Diantara mereka Ibnu Abdil Barr didalam Al-Istidzkar, An-Nawawi didalam Al-Majmu’ dan Ibnu Rusyd didalam Bidayah Al-Mujtahid.
Adapun waktu mandi ‘Ied, yang paling utama adalah setelah shalat shubuh/setelah waktu fajar. Dikarenakan pengandaian mandi ‘Ied berlaku pada hari dimana dikerjakan shalat ‘Ied. Adapun bagi yang mandi pada malam sebelumnya, maka tidaklah mengapa, jika bertujuan untuk bersegera menuju mushalla ‘Ied pada pagi harinya. Wallahu a’lam.

- Disunnahkan Berhias dan Memakai wangi-wangian sebelum menuju mushalla ‘Ied.

Keterangan:
Berdasarkan atsar dari Abdullah Ibnu Umar, dari jalan Muhammad bin Ishaq dia berkata: Saya bertanya kepada Nafi’, “Apakah yang diperbuat oleh Abdullah bin Umar pada hari ‘Ied ?”
Beliau mengatakan, “Beliau menghadiri shalat jama’ah shubuh bersama imam, kemudian beliau kembali ke rumah beliau,dan mandi sebagaimana beliau mandi janabah, kemudian memakai pakaian terbaik yang beliau miliki, memakai wangi-wangian yang paling harum yang beliau punyai, kemudian barulah setelah itu beliau mendatangi mushalla ‘ied. Beliau duduk hingga imam datang. Apabila imam telah tiba, maka beliau mengerjakan shalat bersama imam. Setelah itu beliau pulang, dan masuk ke dalam masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengerjakan shalat dua raka’at. Kemudian beliau mendatangi rumah beliau.”
Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Harits didalam Musnad beliau (sebagaimana di dalam Bughyah Al-Baahits 1/323 dan juga Al-Mathalib Al-‘Aliyah 1/305 ).

- Disunnahkan memakan kurma sebelum keluar mengerjakan shalat ‘Ied Fithri , berbeda dengan shalat ‘Iedul Adha.

Keterangan:
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari didalam Ash-Shahih (no.953), dari hadits Anas, beliau mengatakan, “ Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beranjak ke mushalla ‘ied pada pagi hari sehingga beliau memakan beberapa butir kurma.”
Dan juga hadits Buraidah, Beliau mengatakan, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah keluar untuk mengerjakan shalat ‘iedul fitri hingga beliau makan, dan tidaklah beliau makan pada ‘iedul adha hingga beliau mengerjakan shalat –terlebih dahulu.“
( HR. At-Tirmidzi (2/542), Ibnu Majah (1/1756), Ahmad (5/352, 360 ), Al-Hakim (1/294) dan selainnya).
Sanad hadits ini dha’if disebabkan perawi bernama Tsawwab bin ‘Utbah Al-Mahri.
Namun hadits Buraidah diatas dikuatkan oleh beberapa atsar, diantaranya yang diriwayatkan oleh Imam Malik didalam Al-Muwaththa` (432) dari jalan Ibnu Syihab Az-Zuhri, dia mengatakan, Sa’id bin Al-Musayyab mengatakan, “Bahwa kaum muslimin telah diperintahkan untuk makan sebelum beranjak ke mushalla pada ‘iedul fithri.”
Dan juga atsar dari Asy-Sya’bi, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (1/5590), beliau berkata, Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata, Al-Mughirah menceritakan kepada kami dari Asy-Sya’bi, beliau mengatakan, “Termasuk Sunnah jika seseroang makan pada hari ‘iedul fithri sebelum berangkat ke mushalla dan mengakhirkan makan pada ‘iedul adha setelah kembali dari mushalla.”
Demikian semakna dengan kedua atsar tersebut, diriwayatkan juga dari Az-Zuhri.

- Disunnahkan Bertakbir disaat menuju Mushalla ‘Ied dan sunnah mengeraskan takbir

Keterangan:
Bertakbir disaat menuju mushalla ‘Ied adalah amalan yang sunnah, dan telah diriwayatkan dari beberapa sahabat dan tabi’in yang mengamalkan amalan ini. Adapun riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka tidak ada satupun hadits yang shahih.
Diantara atsar-atsar tersebut, adalah atsar Abdullah bin Az-Zubair, Sa’id bin Jubair, Abdurrahman bin Abi Laila, Al-Hakam, Hammad, Urwah bin Az-Zubair dan selainnya.
Disunnahkan pula untuk mengeraskan suara ketika bertakbir menuju mushalla ‘Ied. Allah Ta'ala berfirman:
ﭽ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﭼ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” ( Al-Baqarah : 185 )
Berkata Ibnu Qudamah (2/226), “Makna menampakkan takbir adalah dengan mengeraskan suara ketika bertakbir.“

Catatan 1:
Adapun hukum asal takbir adalah firman Allah Ta'ala:
ﭽ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﭼ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” ( Al-Baqarah : 185 )
Dan firman Allah :
ﭽ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﭼ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dan kedua ayat tersebut berlaku umum serta tidak adanya hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan tata cara serta lafazh takbir tertentu, maka dalam hal ini diperbolehkan bertakbir dengan lafadz takbir manapun tanpa adanya pengingkaran.

Catatan 2:
Dan takbir di mushalla ‘Ied juga berlaku bagi laki-laki dan wanita. Berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah. Sebagaimana yang dikatakan olehIbnu Rajab didalam Fathul Bari (9/33)

Catatan 3:
Takbir pada ‘Iedul Adha lebih ditegaskan dari pada ‘Iedul Fithri. Dikarenakan takbir pada ’Iedul adha disyari’atkan pada setiap akhir shalat pada hari ‘Ied dan hari-hari tasyriq ( tiga hari setelah ‘Ied ).
Demikian yang dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ( Al-Fatawa 24/221–222).


- Disunnahkan Berjalan kaki menuju Mushalla ‘Ied

Sandaran hukumnya:
Beberapa hadits yang menerangkan hal ini adalah hadits-hadits yang dha’if, baik karena hafalan perawinya atau karena riwayat mereka yang diperbincangkan oleh ulama hadits. Namun ada sejumlah atsar yang shahih menyebutkan sunnahnya berjalan kaki menuju mushalla ‘ied, diantaranya atsar Al-Hasan bin ‘Ali, Ibrahim An-Nakha’i dan Umar bin Abdul Azis.

Ibnul Mundzir mengatakan, “Berjalan kaki menuju shalat ‘ied lebih baik, dan lebih dekat kepada sifat tawadhu’ (kerendahan hati). Dan tidak mengapa seseorang berkendara menuju mushalla. “ (Al-Ausath 4/264).
At-Tirmidzi setelah menyebutkan hadits ‘Ali (yang dha’if disebabkan riwayat ‘an’anah Abu Ishaq serta Al-Harits yang merupakan perawi yang dha’if ) mengatakan, “Hadist ini diamalkan oleh sebagian besar ulama. Mereka menyukai seseorang keluar menuju mushalla ‘ied sambil berjalan dan makan sesuatu sebelum menuju mushalla ‘ied. Dan disenangi tidak berkendara menuju mushalla kecuali jika ada udzur.” (As-Sunan 2/411).
An-Nawawi mengatakan, “Berjalan kaki lebih utama, namun jika seseorang berkendara ketika pulang dari mushalla maka hal tersebut tidak mengapa. Karena tidak memaksudkan lagi ibadah kepada Allah.“ (Al-Majmu’ 5/10–11)
Dengan demikian, jika seseorang memungkinkan berjalan kaki menuju mushalla ‘ied dan tidak memberatkannya atau menjadikannya terlambat menghadiri shalat ’ied, disunnahkan untuk berjalan kaki. Namun jika sampai menjadikann terlambat menghadiri shalat atau menyulitkannya maka tidak mengapa sambil berkendara. Wallahu a’lam bish-shawab.

- Disunnahkan menyertakan anak-anak untuk menghadiri shalat ‘Ied.

Sandaran hukumnya:
Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no.977), dari jalan Sufyan dari Abdurrahman bin Abbas, beliau berkata, Saya telah mendengar dari Ibnu Abbas, dimana beliau ditanya, “Apakah anda turut serta menyaksikan shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?” Beliau berkata, “Iya, seandainya bukan karena keberadaan saya yang masih kecil niscaya saya tidak akan menyaksikannya… “
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Bahwa perkataan beliau, “seandainya bukan karena keberadaan saya yang masing kecil, niscaya saya tidak akan menyaksikannya ..“ yaitu menyaksikan nasihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kaum wanita, disebabkan anak kecil masih ditolerir untuk berada disekitar kaum wanita berbeda dengan laki-laki dewasa.“

- Disunnahkan menyelisihi jalan disaat menuju dan disaat kembali dari Mushalla ‘Ied

Sandaran hukumnya:
Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi shalat ‘Ied, beliau menyelisihi jalan-berangkatnya- “
Dan juga diriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Bahwa apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendatangi shalat ‘Ied, beliau pulang melewati jalan selain jalan yang beliau lewati ketika berangkat “
[ HR. At-Tirmidzi (2/541), Ibnu Majah (1/1301), Ahmad (2/338), Al-Hakim (1/296) dan selainnya ].